menu

Rabu, 30 September 2015

KIAI IHSAN, KITAB DAN KOPI



 
KH. Ihsan Jampes, Kediri
Salah satu ulama Nusantara yang karyanya memiliki reputasi internasional adalah Kiai Ihsan, atau biasa dikenal dengan nama Kiai Ihsan Jampes. Jampes sendiri merupakan tempat kelahirannya di daerah Kediri. Beliau dilahirkan pada tahun 1901 dengan nama kecil Bakri.

Selayaknya keluarga pesantren, Kiai Ihsan juga menempuh pendidikannya dari satu pesantren ke pesantren yang lain. Ilmu-ilmu dasar keislamannya dipelajari langsung kepada kedua orang tuanya, kemudian dilanjutkan ke beberapa pesantren lain.  Mula-mula ia ke Pesantren Bendo, Pare, Kediri yang diasuh oleh pamannya sendiri, KH. Khazin. Dari sana, kemudian, Kiai Ihsan melanjutkannya ke Pesantren Jamsaren, Salatiga, Jawa Tengah. Kemudaian dilanjutkan ke Pesantren KH. Shaleh Darat dan Pesantren Mangkang, Semarang, Jawa Tengah. Lalu ke pesantren Pundun, Magelang, Jawa Tengah; Pesantren Gondanglegi, Nganjuk, Jawa Timur dan Pesantren Kademangan, Bangkalan asuhan Syaikhona Kholil.

Meski hanya belajar di seputaran Jawa Tengah dan Jawa Timur, tidak mengurangi sedikitpun kealiman Kiai Ihsan dibanding dengan yang belajar di Timur Tengah. Penguasaannya terhadap khazanah keilmuwan Islam dan gramatikal Bahasa Arab tidak diragukan lagi. Hal ini ditandai dengan karya-karyanya yang memiliki reputasi internasional.

Salah satu masterpiece Kiai Ihsan adalah Sirajut Thalibin. Buku ini merupakan syarah (penjelas) dari kitab al-Minhajul Abidin karya Imam Ghazali. Buku ini membahas persoalan-persoalan tasawuf. Kitab ini membuat para pengkaji “etika al-Ghazali” di Eropa terkesima. Doktrin-doktrin Al-Ghazali yang begitu rumit, dapat diuraikan secara gamblang oleh Kiai Ihsan. Tak ayal lagi buku yang ditulis sekitar tahun 1932-1933 itu menjadi rujukan diberbagai belahan dunia. Menurut KH. Said Aqil Siradj, buku tersebut juga menjadi kajian dibeberapa majlis taklim di Afrika maupun di Amerika. Bahkan buku tersebut menjadi  buku wajib untuk kajian post-graduate di Universitas Al-Azhar Mesir hingga kini. Tebal halamannya sekitar seribu halaman yang terbagi dalam dua jillid.

Buku tersebut terus dicetak ulang hingga kini. Pada tahun 2009 kemarin, kitab Sirajut Thalibin tersebut diketahui dibajak oleh penerbit Bairut, Lebanon, Darul Kutub Ilmiah. Dimana nama Kiai Ihsan Jampes di ganti menjadi Syekh Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani al-Hasyimi (w. 1886). Selain penggantian nama pengarang, kata pengantar (taqridha) yang ditulis oleh KH. Hasyim Asyari Jombang, KH Abdurrahman bin KH. Abdul Karim Kediri, dan KH. Mahumammad Yunus Abdullah Kediri juga dihapus. Diduga, pembajakan kitab tersebut telah berlangsung sejak tahun 2006.

Karya lain Kiai Ihsan Jampes yang terbilang cukup besar adalah Manahijul Imdad. Kitab ini merupakan syarah dari kitab Irsyadul Ibad karya Zainuddin al-Malibari. Kitab ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2005, kemudian pada tahun 2006 mengalami cetak ulang. Tebalnya mencapai 1050 halaman dan terbagi menjadi dua jilid.

Kealiman Kiai Ihsan ini menarik perhatian Raja Faruq dari Mesir. Raja tersebut mengirim utusan untuk membujuk Kiai Ihsan agar mau mengajar di Universitas Al-Azhar. Namun, kiai yang tawadlu’ tersebut menolak penawaran dari Raja Faruq dengan halus dan memilih untuk tetap mengasuh pesantrennya di Kediri.

Berteman Kopi



Kiai Ihsan semenjak kecil sangat suka menonton pertujukan wayang yang semalam suntuk mengakrabkannya dengan minuman kopi (juga rokok). Kebiasaanya meminum kopi dilanjutkan hingga akhir hayatnya. Kopi selalu menjadi pendampingnya ketika Kiai Ihsan membaca dan menuliskan karya-karyanya.

Kegemarannya pada kopi dan rokok sampai-sampai menginspirasi Kiai Ihsan untuk menuliskan kitab tentang keduanya. Kitab tersebut berjudul Irsyadul Ikhwan fi Bayanil Qahwati wa al-Dukhan (Petunjuk bagi Saudara-Saudara Tentang Keterangan Kopi dan Rokok). Kitab yang setebal 53 halaman tersebut berupa nadzom (syair) berbahasa Arab yang memuat tentang manfaat, bahaya, serta hukum kopi dan rokok yang ditinjau dari berbagai aspek. Baik dari tinjauan hukum Islam maupun kesehatan.

Sejak abad ke sepuluh, kopi dan rokok telah melahirkan pertentangan tentang hukumnya. Banyak ulama yang mengharamkan kopi pada saat itu. Namun argumentasi yang mendasarinya tidaklah jelas dan kuat. Kiai Ihsan Jampes mengutip dari karya Abu Bakar bin Abdullah as-Syadili, mengatakan bahwa ulama yang pertama kali mengkonsumsi kopi adalah Al-Najam Al-Ghazi.

Menurut Kiai Ihsan Jampes sendiri, sebagaimana tercantum dalam kitabnya tersebut mengatakan:

Wabihi qod jazama ibnu hajari # wa-r-romli ma’ naqlihimal muharrari
An shohibil Ubabi qola innahaa # la tujilul aqla wa kun muntabihaa
Watuhshilul nasyatha thiybal khathari # ma’ adamil insya’i lidzoruri
Bal rubbama kana mau’natan alaa #  jiyadatil amali khud muhashshola
Fattajih inna lidzallika hukmahu #  fain wujida tha’atan amaluhu

Dalam syair tersebut, Kiai Ihsan berpatokan kepada pendapatnya Ibnu Hajar al-Haitami dalam Syarah Al-Ubab dan Imam Romli dalam Fatawa-nya, dimana kedua pendapat tersebut dinukil dari kitab Al-Ubab yang ditulis oleh Al-Alamah Syekh Al-Qadhi Ahmad bin Umar al-Mujzad. Dimana, kopi sesungguhnya tidak menghilangkan akal, menumbuhkan semangat, menenangkan hati, dan serta tanpa adanya keraguan akan bahayanya. Kopi terkadang juga membantu untuk menambah amal perbuatan. Oleh karena itu, dalam menyikapi hukum minum kopi ambillah pendapat yang unggul, yaitu yang mengatakan hukum minum kopi itu tergantung pada tujuan minumnya. Jika minum kopi tersebut bertujuan untuk menambah keta’atan maka minum kopi tersebut dapat menghasilkan hikmah.

Pada dasarnya suatu perbuatan itu tergantung dengan tujuannya, termasuk dalam hal minum kopi. Kopi bisa berhukum mubah (boleh), apabila dilakukan untuk tujuan-tujuan yang mubah. Misalnya untuk hidangan. Bisa pula bernilai sunnah (mendapatkan pahala), jika ditujukkan untuk perbuatan-perbuatan sunnah, misalnya untuk menemani dalam belajar agar tidak mengantuk. Minum kopi pun bisa menjadi haram tatkala meminumnya untuk tujuan haram, seperti mengkonsumsi obat-obatan terlarang dengan dicampurkan pada kopi.

Menurut para ahli medis meminum kopi dapat mendatangkan beberapa penyakit. Namun menurut Kiai Ihsan penyakit tersebut tidak ditimbulkan serta merta dari kopi itu sendiri. Kopi bisa berbahaya bagi orang yang memiliki penyakit lain, seperti halnya penyakit pencernaan.

Diakhir pembahasannya tentang kopi (bab pertama), dalam kitabnya tersebut, Kiai Ihsan Jampes mengutip sebuah syair yang diucapkan oleh Ibnu Abdillah al-Samarani:

Alayka bi aklil bunni fi kulli saa’atin # fafil bunni lil akli khamsu fawaaidi
Nasyathun wa tahdliimun wa tahlilu bulgami # tathoyyibu anfasin wa awnun liqosidi

Tetaapkanlah minum kopi setiap saat
Maka didalam meminum kopi terdapat lima manfaat:
Menumbuhkan semangat, melancarkan pencernaan, dan membersihkan riak
Juga membaguskan nafas serta membantu dalam meraih tujuan.

Ayung Notonegoro
Penggiat Literasi Banyuwangi



Tidak ada komentar: