menu

Sabtu, 25 Februari 2012


Ayunk Nitinegara

Faktor Ekstrinsik Kelulusan.
.
Ujian Nasional (UN) sebentar lagi. Kalau tidak salah tanggal 16 april 2012. Sebagian pelajar harap-arap cemas menghadapinya, bisa lulus ataukah tidak.
Sepintas, untuk bisa lulus dari ujian nasional ini, para peserta ujian cukup hanya mempersiapkan faktor-faktor yang berkaitan lansung dengan UN, seperti peningkatan penguasaan materi pelajaran. Namun pada realitanya UN banyak menimbulkan berbagai “misteri”. Adakalanya, peserta ujian yang menonjol ketika masa pembelajaran di sekolah, namun ketika pengungumuman kelulusan mendapat hasil yang sangat mengecewakan, tidak lulus. Tapi, peserta ujian yang biasa-biasa saja ketika sekolah, namun dengan sangat mengejutkan menempati urutan pertama dalam perolehan danum kelulusan. Sobat, believe or not itulah faktanya.
Dari fakta seperti itulah, penentuan kelulusan UN tidak hanya dipengaruhi faktor-faktor instrinsik (dari dalam diri sendiri) saja, seperti peningkatan kompetensi intlektual, persiapan mental dan performa tubuh, serta kecakapan dalam prosedural teknis UN, misalnya pengisian LJK. Tapi juga ada faktor-faktor ekstrinsik yang ikut berperan dalam menentukan kelulusan, yaitu ridho dan doa orang tua, baik ayah-ibu maupun guru.
Ridho dan doa guru tidak kecil peranannya dalam kelulusan dan terlebih lagi pasca kelulusan. Karena ridho dan doa guru bersangkutan erat dengan kemanfaatan ilmu. Banyak kejadian dimana seorang pelajar yang berprestasi disekolah, tetapi ketika terjun kemasyarakat tidak menjadi apa-apa, seolah-olah sederet prestasinya ketika bersekolah tak ada gunanya. Hal-hal seperti inilah berkorelasi penuh pada ridho dan doa guru untuk menyampaikan ilmunya pada anak didiknya. Sedangkan anak yang tidak terlalu menonjol kemampuan akademisnya, karena kebaikan dan akhlaknya pada guru sehingga mendapat ridho dan doa dari guru, bisa mendapat posisi yang terhormat ketika berkecimpung pada masyarakat luas.
Dalam kitab Ta’limul Muta’alim karya Syekh Az Zarnuji (w. 597 H) menerangkan, untuk bisa mendapatkan ridho dan doa guru, yaitu dengan menghormatinya, menghindari membuat guru murka dan menjunjung tinggi segala perintahnya selama tidak melanggar perintah agama. Jika hal itu bisa dilakukan, insyallah kelulusan akan kita gapai dan kenikmatan hidup pun akan dapat kita peroleh.
Selain doa dan ridho guru, doa dan ridho orang tua sangatlah penting dalam setiap langkah hidup kita, apalagi hanya sekedar untuk mendapat kelulusan, doa dan ridho orang tua sangatlah penting.
Ada cerita – entah nyata atau fiktif – dari guruku ketika masih duduk di bangku SMA, tepat saat menjelang UNAS, seperti saat ini. Ada salah seorang siswa di sebuah sekolah di Banyuwangi. Si siswa tersebut tergolong siswa yang cerdas. Pada suatu hari ketika anak tersebut akan pergi untuk bimbingan pelajaran, ternyata sang ibu dari siswa tersebut memanggilnya dan menyuruhnya untuk membelikan sesuatu di toko, namun dengan ketus anak tadi menolak dan ngeluyur pergi. Malihat reaksi anaknya yang seperti itu, sang ibu murka, “ percuma kamu Nak, pintar dan rajin belajar, tapi kalu seperti itu (kurang ajar, pen ) tidak akan lulus kamu Nak…”.
Di luar dugaan, si siswa tadi yang pandai dan menjadi rujukan teman-temannya dikelas ketika UNAS dan digadang-gadang bakal memperoleh nilai tertinggi, ternyata menjadi satu-satunya siswa yang tidak lulus dari kelasnya, padahal teman-temannya yang notabene-nya dia beri jawaban, lulus semua dengan nilai yang cukup memuaskan. Sungguh doa dan ridho orang tua itu sangat penting. Rosulullah bersabda:
“ridhonya Allah tergantung ridhonya orang tua, murkanya Allah juga tergantung murkanya orang tua”
Untuk bisa memperoleh ridho dan doa yang baik dari orang tua kita harus mempunyai adab atau tatakrama kepada beliau. Dalam kitab Maroqil Ubudiyah karya Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi mengklasifikasikan adab pada orang tua itu ada tiga belas yang intinya yaitu berlaku sopan santun, menyayanginya, mematuhi perintahnya selama tidak bertentangan dengan ajaran agama, berbuat baik, lemah lembut dan rendah hati, serta selalu bepergian setelah mendapat izinnya. Bahkan kepada orang tua kita yang kafir pun kita harus mempergauli beliau dengan baik dalam hal-hal yang tidak berkaitan dengan agama
Lalu bagaimana jika kita telah terlanjur menyakiti hati guru dan orang tua kita?
Memohon maaf dan segera merubah segala perangai kita yang bisa membuat beliau-beliau murka kepada kita sehingga menghalangi ridho dan doa baiknya kepada kita.
Sobat, lagi-lagi ada cerita tentang hal ini. Temanku sekolah, sebut saja Bejo (nama samaran), [hampir] tidak ada kelakuan terpuji darinya. Orang tua, Guru, teman-temannya mengakui kenakalannya. Tidak hanya nakal tapi juga “kurang pandai” dalam hal pelajaran. Jika harus ikut ujian UN, mungkin setiap orang akan memprediksinya tidak akan lulus. Saya pun berani bertaruh apapun, jangankan taruhan motong telinga, terlalu kecil, atau potongan leher, terlalu besar, tapi terserah wez mau milih yang mana? Hehehehe….., dia tidak akan lulus UN. Tapi ternyata, keajaiban datang, anak yang super nakal dan lemot tadi lulus dengan nilai yang tidak terlalu mengecewakan dan tergolong besar untuk tingkatan dia. Lalu pertanyaannya, “Apa rahasianya?”
Ketika seminggu sebelum UN dilaksanakan, anak yang begitu nakalnya ini bersimpuh menangis tersedu-sedu di kaki ibunya, memohon maaf atas segala kelakuannya yang telah mengecewakan sang ibu. Sungguh sang ibu tidak menyangka dan dengan reflek sang ibu menangis dan dengan turut menangis itulah keikhlasan memaafkan terjadi sehingga menghapus segala kesalahannya pada orang tuanya. Tidak cukup itu, ibunya lalu diajak kepada masing-masing gurunya untuk memohonkan maaf atas segala kenakalannya di sekolah, reaksi yang hamper sama dang sang ibu pun, dia terima dari setiap guru.
Ada seorang guru kimia yang membenci temanku karena kenakalannya begitu pula temanku tadi. Pada saat berkunjung ke rumah Bu Guru kimia tadi, saya ikut menemani temanku dan ibunya meminta maaf. Sungguh saya disuguhi sebuah drama kehidupan yang sangat mengharukan. Melebihi keharuan dan dramatisnya flim bollywood dan telenovela, apalagi sinetron Indonesia, hehehe….
Dengan mimik yang jujur dan penuh ketulusan, suara yang agak berat keserakan, mata yang yang sendu, serta dengan kepala tertunduk, terdengar kata-kata yang sangat dalam dan Ku kenang hingga sekarang. Kata temanku pada sang bu guru kimia,” Bu, kulo sadar ,,, kulo niki mboten lebih sae dugi romot, duso kulo teng jenengan luwih ageng tinimbang gunung, kulo semerep, jengan angel nyepunten kulo, mboten mungkin jenengan nrimo kelakuane kulo lantaran mong nedi sepunten,,,, sa’niki kulo kerso nopo mawon kang bade jenengan hukumaken teng kulo, lan kulo ikhlas le’ jenengan ngutuk kulo mboten lulus ujian,,, memang terae kulo mbotan pantes lulus,,, Le’ jenengan mboten kerso nyepunten kulo, kulo mong nedi pendungane jenengan mawon, dunga’aken kulo dadi tiang sae kang saged dadi aken penyepurane tiang katah teng sedantene keaslahane tingkah kulo…”.
Kata-katanya mampu menghipnotis bu guru tadi yang sangat terkenal killer di sekolah, air mata mengalir pelan di pipi bu guru seraya terdengar rintihan doa, “ yo wes le,,, mugi-mugi kon dadi tiang sae”. Sajak saat itulah perangai temanku berubah 180 derajat.
Boleh percaya atau tidak, nggak masalah, tapi yang menjadi entry point-nya adalah ridho dan doa orang tua dan guru harus segera kita peroleh. Dan, jika kita terlanjur berbuat salah sesegera mungkin meminta maaf dengan setulus hati.
Semoga teman-teman sekalian yang akan menghadapi ujian nasional lulus semua dengan hasil yang terbaik. Amin!

Catatan: Penulis adalah mantan siswa yang merasakan UN tingkat SMA dua kali berturut-turut dengan sekali tidak ulus dn sekali lulus, plus sekali ikut ujian paket C, hahaha

Senin, 13 Februari 2012

Sudah ada di RMB


Karya A fuad, setelah karya pertamanya Negri 5 menara.
Ranah 3 Warna adalah hikayat bagaimana impian tetap wajib dibela habis-habisan walau hidup terus digelung nestapa. Tuhan bersama orang yang sabar, memang novel ini sekilas tampak seperti novel religi, tetapi sangat informatif, diskriptif sehingga pembaca dapat membayangkan kondisi penulis saat itu. dan novel ini juga mengandung muatan etika komonikasi antar manusia, bangsa, adat dan budaya, selain itu juga mengajarkan kita mempertahankan eksistensi pembaca sebagai manusia, yaitu berusaha, bekerja, dan berdoa..manjadda wajada man shobara zha fira

Agama, Kultur dan Gerakan (Oleh : Ayung)

Ketika sesuatu mengalami suatu tekanan (pressure) maka sesuatu yang tertekan tersebut akan balik menekan kepada penekan ataupun kepada sekitarnya, baik dengan tekanan yang sama ataupun tekanan yang lebih kecil bahkan lebih besar. Itulah hukum kekekalan energi. hukum kekekalan energi mungkin dapat dijadikan titik berangkat untuk menjelaskan relasi barat (Kristen) – timur (islam).
Kedua peradaban (agama dan kebudayaan) ini dalam lintasan sejarah saling melakukan “penekanan” satu sama lain. Ketika satu peradaban menjadi superior dan menekan peradaban yang lain, maka peradaban yang ditekan – otomatis merupakan peradaban yang lebih lemah – akan melakukan penekanan balik.
Memang, tekanan peradaban – the clash of civilizations dalam istilah Samuel Hutington – yang superior terhadap ke peradaban lebih kecil tidak melulu melahirkan serangan balik yang destruktif, namun juga menghasilkan apresiasi yang menimbulkan kolaborasi dan akulturasi peradaban.
Dari tesis inilah dapat dijadikan benang merah untuk menjelaskan kesamaan antara barat (Kristen) – timur (islam) dalam upaya saling mempengaruhi satu sama lain.
Kondisi umat (Negara) islam dewasa ini sama dengan kondisi barat (Kristen) pada abad kedelapan masehi dimana barat berada dalam masa kegelapan dan berada dibawah peradaban islam (timur). Ketika islam (bangsa Arab) pada abad kedelapan mulai memasuki Eropa (barat) yang masih barbar dan mulai membangun peradaban islam di Eropa merupakan awal “invasi perdaban” islam ke barat. Invasi peradaban ini mulai mengubah warna Eropa dengan wajah “islam”.
Invasi peradaban islam ke Eropa berpengaruh terhadap agama dan kebudayaan barat yang sebelumnya “gelap” menjadi lebih “terang”, minadz dzulumati ilaan nur. Proses invasi peradaban ini menimbulkan komunitas Mozarabs atau Arabisers , yaitu komunitas yang setuju dan banyak mengambil manfaat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang dibawa peradaban islam. Namun invasi peradaban ini juga menimbulkan kelompok – kelompok yang kontra, seperti para martir yang mengorbankan nyawanya dengan melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad sebagai bentuk perlawanan terhadap peradaban islam (lihat: Karen Amstrong: Muhammad, A History of Prophet).
Saat ini kondisi berbalik 180 derajat dimana dulu islam (timur) menginvasi barat tapi sekarang justru barat yang menginvasi peradaban timur (islam). Invasi kebudayaan ini juga menimbulkan reaksi yang sama dengan reaksi bangsa barat dulu. Banyak umat islam (orang timur) yang menimba ilmu ke barat karena kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan sehingga membentuk komunitas yang pro-barat dengan sederet filterasi maupun dengan mutlak dalam menerimanya. Namun juga menimbulkan kelompok – kelompok yang kontra terhadap kebudayaan barat sehingga menimbulkan aksi – aksi ekstrimis dan fundamentalis.
Para martir pada abad kedelapan ataupun para ekstrimis muslim saat ini merupakan orang-orang yang tercerabut dari akar kebudayaannya. Dimana akar – akar budaya yang ada tergantikan dengan unsur budaya yang lain. Pergantian kebudayaan ini bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi sebagian orang bahkan bisa menjadi sesuatu yang menyakitkan. Ketika dua kebudayaan bertemu dan terjadi benturan – benturan maka itu merupakan pemicu suatu konflik, sebagaimana tesis Samuel Hutington.
Menurut Karen Amstrong, ketika suatu akar-akar kebudayaan ini tercerabut maka akan timbul gejala pelarian terhadap kehidupan keberagamaan yang semakin agresif. Keberagamaan yang agresif inilah yang akan menjadi pemicu konflik sebagaimana yang terlihat, baik dari para martir Kristen abad kedelapan maupun para ekstrimis muslim saat ini.
Untuk bisa menghindari adanya konflik peradaban, perlu adanya penguatan kebudayan local agar tak tergerus kebudayaan asing yang pada akhirnya akan meninmbulkan kepanikan budaya sehingga memunculkan gerakan – gerakan ekstrim dan brutal.

Banyuwangi dan Lapternya.

Kemajuan Banyuwangi dan Lapter Blimbingsari

Banyuwangi adalah kabupaten tertimur dari propinsi Jawa Timur. Kabupaten yang pada jaman kerajaan bernama Blambangan ini sekarang mulai menatap masa depan lebih jauh. Dengan diresmikannya lapangan terbang ( lapter) Blimbingsari diharapkan akan menjadi pintu gerbang kabupaten yang berbatasan dengan selat Bali ini. Dengan begitu, lapter Blimbingsari akan menjadi alternatif transportasi sehingga akan memudahkan aktifitas warga Banyuwangi dalam berbagai hal, terutama dalam masalah perekonomian. Lapter yang terletak di Desa Blimbingsari Kecamatan Rogojampi akan menjadi tonggak pembangunan di Banyuwangi.
Posisi lapter di desa Blimbingsari ini merupakan sesuatu yang menarik. Dari tinjauan sejarah, Blimbingsari merupakan pintu gerbang Banyuwangi sejak kabupaten ini masih berupa kerajaan Blambangan. Dalam catatan sejarah, setidaknya ada dua peristiwa penting dimana Blimbingsari berperan menjadi pintu gerbang.
Pertama, peristiwa pendaratan utusan dari Buleleng (Bali). Dalam babad blambangan diceritakan ketika Prabu Tawang Alun (raja Blambangan yang berkedudukan di Macan Putih) meninggal dunia terjadi suksesi kekuasaan ke tangan anaknya, Pangeran Sasranegara. Namun karena suksesi ini tanpa perundingan dengan sanak kelurga dan para sesepuh kerajaan, maka terjadi huru – hara yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Sasranegara. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1697.
Mendengar peristiwa itu, kerajaan Bali mengutus Gusti Made Karang Asem dan Gusti Gede Panji Kertanegara beserta 400 bala tentara dan 500 pasukan pemikul yang bertujuan untuk mengatasi huru – hara di Blambangan agar kembali aman seperti masa Prabu Tawang Alun. Gede Panji Kertanegara beserta 500 pasukannya mendarat di “pintu gerbang” Banyualit. Kemudian bersama dengan Gusti Made Karang Asem dan pasukannya yang mendarat di Watu Dodol menuju ke kerajaan Blambangan di Macan Putih.
Banyualit yang menjadi lokasi masuknya pasukan Bali ini merupakan daerah pelabuhan pada zaman kerajaan Blambangan. Banyualit ini sekarang berada di desa Blimbingsari. Tapi, Banyualit sendiri sekarang sudah terbagi menjadi dua dusun, yaitu dusun bentengan yang berbatasan lansung dengan selat bali dan dusun krajan yang menjadi lokasi lapangan terbang.
Setelah kunjungan kerajaan Bali tersebut, kerajaan Blambangan kembali normal dibawah kepemimpinan Prabu Danureja (putra Pangeran Sasranegara) dan Patih Pangeran Sutanegara.
Peristiwa kedua yang terjadi di Blimbingsari (Banyualit) adalah pendaratan pasukan Belanda (VOC).
Pada tahun 1765/ 1766 para pedagang Inggris mulai melakukan aktifitas perdagangan di wilayah Blambangan, tepatnya di daerah Tirta Ganda. (sekarang adalah kampung Inggrisan di depan gesibu Blambangan, Kelurahan Kepatihan Kecamatan Banyuwangi). Aktifitas para pedagang Inggris ini menimbulkan “kecemburuan” VOC. Pada tanggal 23 maret 1766 pasukan VOC dibawah pimpinan Edwin Blanke mendarat di Banyualit. Pendaratan pasukan VOC di Banyualit inilah awal mula penjajahan di bumi Blambangan.
Dua peristiwa sejarah yang bermula dari pelabuhan Banyualit ( Blimbingsari ) menarik jika kita jadikan refleksi bagi keberadaan lapangan terbang yang juga berada di lokasi yang sama – Blimbingsari – dan fungsi yang sama, sebagai “pintu gerbang” Banyuwangi (Blambangan pada tempo dulu). Akankah Lapter Blimbingsari ini mampu mendaratkan “utusan-utusan kerajaan Bali” yang membawa kestabilan dan kemajuan bagi Banyuwangi ke depan? Atau malah mendaratkan “serdadu-serdadu VOC” yang akan mendatangkan malapetaka?
Keberadaan Lapter Blimbingsari ini, mampukah mewujudkan ekspetasi awal masyarakat Banyuwangi sebagai jalur transportasi baru yang nantinya akan mendatangkan para investor yang akan meningkatkan perekonomian di Banyuwangi dan peningkatan kunjungan pariwisata ke kota gandrung ini?. Jika ekspetasi ini terwujud berarti keberadaan Lapter Blimbingsari bisa menjadi seperti pelabuhan Banyualit yang mendaratkan utusan-utusan kerajaan Bali. Namun, tentunya kemajuan-kemajuan yang akan didapat Banyuwangi ke depan tidak akan terlepas dari hal-hal negatif.
Sebagaiamana di maklumi bersama, kemajuan akan berkibat pada perubahan moralitas dan budaya. Jika efek perubahan moralitas dan budaya yang menuju kearah destruktif ini lebih dominan dari pada efek-efek positif kemajuan maka keberdaan Lapter Blimbingsari tak ubahnya pelabuhan Banyualit yang mendatangkan serdadu-serdadu VOC.
Harapan kita sebagai masyarakat Banyuwangi tentunya Lapter Blimbingsari ini bisa menjadi salah satu katalisator kemajuan masyarakat Banyuwangi dengan ke-mudharat-an seminimal mungkin. Amin!

Sabtu, 04 Februari 2012

Puisi untuk Nabiku

Walaupun aku tak pernah bertemu dengan mu
akupun belum pernah menatap wajahmu
tapi aku selalu menyebut namamu
aku selalu ada dalam ingatanku

Aku merindukanmu  Muhammadku
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
Menatap mataku yang tak berdaya
Sementara tangan-tangan perkasa

Terus mempermainkan kelemahan
Airmataku pun mengalir mengikuti panjang jalan
Mencari-cari tangan
Lembuat-wibawamu

Dari dada-dada tipis papan
Terus kudengan suara serutan
Derita mengiris berkepanjangan
Dan kepongahan tingkah meningkah
Telingaku pun kutelengkan
Berharap sesekali mendengar
Merdu-menghibur suaramu

Aku Merindukanmu. Muhammadku.


oleh "Gus Mus"
Surabaya 02042012

Jumat, 03 Februari 2012

Available @ RMB


Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman
Warisan Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid

Banyak orang melihat Gus Dur sebagai misteri, sebagai sosok manusia yang tak terjangkau rasionalitas. Adanya pandangan ini sesungguhnya merupakan cerminan dari kenyataan bahwa tak mudah bagi setiap orang untuk dapat memahami Gus Dur, tokoh yang memiliki wilayah jelajah pemikiran yang teramat luas, kompleks, dan multidimensional.
Kumpulan tulisan ini diterbitkan kembali untuk mengenang jasa-jasa Gus Dur, sang guru bangsa. Selama hidup, dalam kiprah sosial dan politiknya Gus Dur dikenal sebagai tokoh kontroversial. Apakah karakter kontrovesial itu juga terefleksikan dalam pemikiran-pemikirannya? Jawabannya bisa diperoleh setelah Anda membaca buku ini.

Koleksi Buku RBM


"Demokrasi itu harga mati.
Demokrasi itu kebenaran sejati.
Demokrasi itu la roiba fi h, tak ada keraguan padanya."
Dengan pandangan yang jernih, Cak Nun mengulas masalah demokrasi dinegeri kita. Demokrasi itu bak ”perawan”, yang merdeka dan memerdekakan. Watak utama demokrasi adalah ”mempersilakan”. Tidak punya konsep menolak, menyingkirkan, atau membuang. Semua makhluk penghuni kehidupan berhak hidup bersama ”si perawan” yang bernama demokrasi, bahkan berhak memperkosanya: yang melarang memperkosa bukan si perawan itu sendiri, melainkan ”sahabat”-nya yang bernama moral dan hukum.
Di mata Cak Nun, berbagai persoalan apa saja menjadi sangat menarik. Dengan rasa nasionalisme yang tinggi mengulas masalah pemilihan presiden, golput, paguyuban ahli surga, bahkan menyentil negeri kita layaknya Gatotkaca gagah perkasa tetapi menderita sakit lupus. Dan yang tak kalah penting, bagaimana soal Islam Indonesia yang bersikap ”look up” kepada

Koleksi Buku RBM


 Judul : Jilbab Pakaian Wanita Muslimah

M. Quraish Shihab berusaha membentangkan aneka pendapat, baik pandangan ulama terdahulu yang terkesan ketat, maupun cendekiawan kontemporer yang dinilai longgar mengenai jilbab. Penulis menghidangkan dalil dan argumentasi masing-masing pendapat seobjektif mungkin, sesuai nalar dan pertimbangan penulis, dengan harapan kita dapat memahami jalan pikiran semua pihak, dan tidak saling mengkafirkan dan tuduh-menuduh antar kita. Yang terpenting, buku ini mengungkapkan hal-hal yang perlu anda perhatikan agar pakaian dan tingkah laku anda tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan ajaran Islam.

Kerajaan Indonesia

 Sudah tersedia di RBM

Cak Nun adalah sosok yang memiliki pandangan, pendekatan, dan analisis yang khas terhadap pelbagai macam persoalan yang ada di masyarakat. Mulai dari masalah sosial, politik, kesenian, hingga persoalan keagamaan. Itu sebabnya, media kerap memintanya menuturkan pandangan-pandangannya seputar isu-isu aktual yang tengah hangat.
Buku ini merupakan himpunan wawancara Cak Nun oleh sejumlah media. Di dalamnya terdapat topik-topik konseptual seperti relegiusitas, sekularisme, politik nasional, politik Islam, hingga soal-soal aktual seperti Islam Yes Parpol Islam Yes, ekspresi kebudayaan umat Islam, dan lain sebagainya. Termasuk juga ada wawancara tentang Padhang Mbulan, sebuah forum pengajian yang hingga saat ini sudah 14-an tahunan diampunya. Sebuah forum yang menjadi "mbarep"-nya forum sejenis di empat kota lainnya: (Mocopat Syafaat di Yogyakarta, Kenduri Cinta di Jakarta, Gambang Syafaat di Semarang, dan Bangbang Wetan di Surabaya)