Ayunk
Nitinegara
Faktor
Ekstrinsik Kelulusan.
.
Ujian
Nasional (UN) sebentar lagi. Kalau tidak salah tanggal 16 april 2012. Sebagian
pelajar harap-arap cemas menghadapinya, bisa lulus ataukah tidak.
Sepintas, untuk bisa lulus dari ujian nasional ini, para peserta
ujian cukup hanya mempersiapkan faktor-faktor yang berkaitan lansung dengan UN,
seperti peningkatan penguasaan materi pelajaran. Namun pada realitanya UN
banyak menimbulkan berbagai “misteri”. Adakalanya, peserta ujian yang menonjol
ketika masa pembelajaran di sekolah, namun ketika pengungumuman kelulusan
mendapat hasil yang sangat mengecewakan, tidak lulus. Tapi, peserta ujian yang
biasa-biasa saja ketika sekolah, namun dengan sangat mengejutkan menempati
urutan pertama dalam perolehan danum kelulusan. Sobat, believe or not itulah
faktanya.
Dari fakta seperti itulah, penentuan kelulusan UN tidak hanya
dipengaruhi faktor-faktor instrinsik (dari dalam diri sendiri) saja, seperti
peningkatan kompetensi intlektual, persiapan mental dan performa tubuh, serta
kecakapan dalam prosedural teknis UN, misalnya pengisian LJK. Tapi juga ada
faktor-faktor ekstrinsik yang ikut berperan dalam menentukan kelulusan, yaitu
ridho dan doa orang tua, baik ayah-ibu maupun guru.
Ridho dan doa guru tidak kecil peranannya dalam kelulusan dan
terlebih lagi pasca kelulusan. Karena ridho dan doa guru bersangkutan erat
dengan kemanfaatan ilmu. Banyak kejadian dimana seorang pelajar yang
berprestasi disekolah, tetapi ketika terjun kemasyarakat tidak menjadi apa-apa,
seolah-olah sederet prestasinya ketika bersekolah tak ada gunanya. Hal-hal
seperti inilah berkorelasi penuh pada ridho dan doa guru untuk menyampaikan ilmunya
pada anak didiknya. Sedangkan anak yang tidak terlalu menonjol kemampuan
akademisnya, karena kebaikan dan akhlaknya pada guru sehingga mendapat ridho
dan doa dari guru, bisa mendapat posisi yang terhormat ketika berkecimpung pada
masyarakat luas.
Dalam kitab Ta’limul Muta’alim karya Syekh Az Zarnuji (w. 597 H)
menerangkan, untuk bisa mendapatkan ridho dan doa guru, yaitu dengan
menghormatinya, menghindari membuat guru murka dan menjunjung tinggi segala
perintahnya selama tidak melanggar perintah agama. Jika hal itu bisa dilakukan,
insyallah kelulusan akan kita gapai dan kenikmatan hidup pun akan dapat kita
peroleh.
Selain doa dan ridho guru, doa dan ridho orang tua sangatlah
penting dalam setiap langkah hidup kita, apalagi hanya sekedar untuk mendapat
kelulusan, doa dan ridho orang tua sangatlah penting.
Ada cerita – entah nyata atau fiktif – dari guruku ketika masih
duduk di bangku SMA, tepat saat menjelang UNAS, seperti saat ini. Ada salah
seorang siswa di sebuah sekolah di Banyuwangi. Si siswa tersebut tergolong
siswa yang cerdas. Pada suatu hari ketika anak tersebut akan pergi untuk
bimbingan pelajaran, ternyata sang ibu dari siswa tersebut memanggilnya dan
menyuruhnya untuk membelikan sesuatu di toko, namun dengan ketus anak tadi
menolak dan ngeluyur pergi. Malihat reaksi anaknya yang seperti itu, sang ibu
murka, “ percuma kamu Nak, pintar dan rajin belajar, tapi kalu seperti itu
(kurang ajar, pen ) tidak akan lulus kamu Nak…”.
Di luar dugaan, si siswa tadi yang pandai dan menjadi rujukan
teman-temannya dikelas ketika UNAS dan digadang-gadang bakal memperoleh nilai
tertinggi, ternyata menjadi satu-satunya siswa yang tidak lulus dari kelasnya,
padahal teman-temannya yang notabene-nya dia beri jawaban, lulus semua dengan
nilai yang cukup memuaskan. Sungguh doa dan ridho orang tua itu sangat penting.
Rosulullah bersabda:
“ridhonya Allah tergantung ridhonya orang tua, murkanya Allah juga
tergantung murkanya orang tua”
Untuk bisa memperoleh ridho dan doa yang baik dari orang tua kita
harus mempunyai adab atau tatakrama kepada beliau. Dalam kitab Maroqil Ubudiyah
karya Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi mengklasifikasikan adab pada orang tua itu
ada tiga belas yang intinya yaitu berlaku sopan santun, menyayanginya, mematuhi
perintahnya selama tidak bertentangan dengan ajaran agama, berbuat baik, lemah
lembut dan rendah hati, serta selalu bepergian setelah mendapat izinnya. Bahkan
kepada orang tua kita yang kafir pun kita harus mempergauli beliau dengan baik
dalam hal-hal yang tidak berkaitan dengan agama
Lalu bagaimana jika kita telah terlanjur menyakiti hati guru dan
orang tua kita?
Memohon
maaf dan segera merubah segala perangai kita yang bisa membuat beliau-beliau
murka kepada kita sehingga menghalangi ridho dan doa baiknya kepada kita.
Sobat,
lagi-lagi ada cerita tentang hal ini. Temanku sekolah, sebut saja Bejo (nama
samaran), [hampir] tidak ada kelakuan terpuji darinya. Orang tua, Guru,
teman-temannya mengakui kenakalannya. Tidak hanya nakal tapi juga “kurang
pandai” dalam hal pelajaran. Jika harus ikut ujian UN, mungkin setiap orang
akan memprediksinya tidak akan lulus. Saya pun berani bertaruh apapun,
jangankan taruhan motong telinga, terlalu kecil, atau potongan leher, terlalu
besar, tapi terserah wez mau milih yang mana? Hehehehe….., dia tidak akan lulus
UN. Tapi ternyata, keajaiban datang, anak yang super nakal dan lemot tadi lulus
dengan nilai yang tidak terlalu mengecewakan dan tergolong besar untuk
tingkatan dia. Lalu pertanyaannya, “Apa rahasianya?”
Ketika seminggu sebelum UN dilaksanakan, anak yang begitu nakalnya
ini bersimpuh menangis tersedu-sedu di kaki ibunya, memohon maaf atas segala
kelakuannya yang telah mengecewakan sang ibu. Sungguh sang ibu tidak menyangka
dan dengan reflek sang ibu menangis dan dengan turut menangis itulah keikhlasan
memaafkan terjadi sehingga menghapus segala kesalahannya pada orang tuanya.
Tidak cukup itu, ibunya lalu diajak kepada masing-masing gurunya untuk
memohonkan maaf atas segala kenakalannya di sekolah, reaksi yang hamper sama
dang sang ibu pun, dia terima dari setiap guru.
Ada seorang guru kimia yang membenci temanku karena kenakalannya
begitu pula temanku tadi. Pada saat berkunjung ke rumah Bu Guru kimia tadi,
saya ikut menemani temanku dan ibunya meminta maaf. Sungguh saya disuguhi
sebuah drama kehidupan yang sangat mengharukan. Melebihi keharuan dan
dramatisnya flim bollywood dan telenovela, apalagi sinetron Indonesia, hehehe….
Dengan mimik yang jujur dan penuh ketulusan, suara yang agak berat
keserakan, mata yang yang sendu, serta dengan kepala tertunduk, terdengar
kata-kata yang sangat dalam dan Ku kenang hingga sekarang. Kata temanku pada
sang bu guru kimia,” Bu, kulo sadar ,,, kulo niki mboten lebih sae dugi romot,
duso kulo teng jenengan luwih ageng tinimbang gunung, kulo semerep, jengan
angel nyepunten kulo, mboten mungkin jenengan nrimo kelakuane kulo lantaran
mong nedi sepunten,,,, sa’niki kulo kerso nopo mawon kang bade jenengan
hukumaken teng kulo, lan kulo ikhlas le’ jenengan ngutuk kulo mboten lulus
ujian,,, memang terae kulo mbotan pantes lulus,,, Le’ jenengan mboten kerso
nyepunten kulo, kulo mong nedi pendungane jenengan mawon, dunga’aken kulo dadi
tiang sae kang saged dadi aken penyepurane tiang katah teng sedantene
keaslahane tingkah kulo…”.
Kata-katanya mampu menghipnotis bu guru tadi yang sangat terkenal
killer di sekolah, air mata mengalir pelan di pipi bu guru seraya terdengar
rintihan doa, “ yo wes le,,, mugi-mugi kon dadi tiang sae”. Sajak saat itulah
perangai temanku berubah 180 derajat.
Boleh percaya atau tidak, nggak masalah, tapi yang menjadi entry
point-nya adalah ridho dan doa orang tua dan guru harus segera kita peroleh.
Dan, jika kita terlanjur berbuat salah sesegera mungkin meminta maaf dengan
setulus hati.
Semoga teman-teman sekalian yang akan menghadapi ujian nasional
lulus semua dengan hasil yang terbaik. Amin!
Catatan:
Penulis adalah mantan siswa yang merasakan UN tingkat SMA dua kali berturut-turut
dengan sekali tidak ulus dn sekali lulus, plus sekali ikut ujian paket C,
hahaha