menu

Senin, 13 Februari 2012

Banyuwangi dan Lapternya.

Kemajuan Banyuwangi dan Lapter Blimbingsari

Banyuwangi adalah kabupaten tertimur dari propinsi Jawa Timur. Kabupaten yang pada jaman kerajaan bernama Blambangan ini sekarang mulai menatap masa depan lebih jauh. Dengan diresmikannya lapangan terbang ( lapter) Blimbingsari diharapkan akan menjadi pintu gerbang kabupaten yang berbatasan dengan selat Bali ini. Dengan begitu, lapter Blimbingsari akan menjadi alternatif transportasi sehingga akan memudahkan aktifitas warga Banyuwangi dalam berbagai hal, terutama dalam masalah perekonomian. Lapter yang terletak di Desa Blimbingsari Kecamatan Rogojampi akan menjadi tonggak pembangunan di Banyuwangi.
Posisi lapter di desa Blimbingsari ini merupakan sesuatu yang menarik. Dari tinjauan sejarah, Blimbingsari merupakan pintu gerbang Banyuwangi sejak kabupaten ini masih berupa kerajaan Blambangan. Dalam catatan sejarah, setidaknya ada dua peristiwa penting dimana Blimbingsari berperan menjadi pintu gerbang.
Pertama, peristiwa pendaratan utusan dari Buleleng (Bali). Dalam babad blambangan diceritakan ketika Prabu Tawang Alun (raja Blambangan yang berkedudukan di Macan Putih) meninggal dunia terjadi suksesi kekuasaan ke tangan anaknya, Pangeran Sasranegara. Namun karena suksesi ini tanpa perundingan dengan sanak kelurga dan para sesepuh kerajaan, maka terjadi huru – hara yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Sasranegara. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1697.
Mendengar peristiwa itu, kerajaan Bali mengutus Gusti Made Karang Asem dan Gusti Gede Panji Kertanegara beserta 400 bala tentara dan 500 pasukan pemikul yang bertujuan untuk mengatasi huru – hara di Blambangan agar kembali aman seperti masa Prabu Tawang Alun. Gede Panji Kertanegara beserta 500 pasukannya mendarat di “pintu gerbang” Banyualit. Kemudian bersama dengan Gusti Made Karang Asem dan pasukannya yang mendarat di Watu Dodol menuju ke kerajaan Blambangan di Macan Putih.
Banyualit yang menjadi lokasi masuknya pasukan Bali ini merupakan daerah pelabuhan pada zaman kerajaan Blambangan. Banyualit ini sekarang berada di desa Blimbingsari. Tapi, Banyualit sendiri sekarang sudah terbagi menjadi dua dusun, yaitu dusun bentengan yang berbatasan lansung dengan selat bali dan dusun krajan yang menjadi lokasi lapangan terbang.
Setelah kunjungan kerajaan Bali tersebut, kerajaan Blambangan kembali normal dibawah kepemimpinan Prabu Danureja (putra Pangeran Sasranegara) dan Patih Pangeran Sutanegara.
Peristiwa kedua yang terjadi di Blimbingsari (Banyualit) adalah pendaratan pasukan Belanda (VOC).
Pada tahun 1765/ 1766 para pedagang Inggris mulai melakukan aktifitas perdagangan di wilayah Blambangan, tepatnya di daerah Tirta Ganda. (sekarang adalah kampung Inggrisan di depan gesibu Blambangan, Kelurahan Kepatihan Kecamatan Banyuwangi). Aktifitas para pedagang Inggris ini menimbulkan “kecemburuan” VOC. Pada tanggal 23 maret 1766 pasukan VOC dibawah pimpinan Edwin Blanke mendarat di Banyualit. Pendaratan pasukan VOC di Banyualit inilah awal mula penjajahan di bumi Blambangan.
Dua peristiwa sejarah yang bermula dari pelabuhan Banyualit ( Blimbingsari ) menarik jika kita jadikan refleksi bagi keberadaan lapangan terbang yang juga berada di lokasi yang sama – Blimbingsari – dan fungsi yang sama, sebagai “pintu gerbang” Banyuwangi (Blambangan pada tempo dulu). Akankah Lapter Blimbingsari ini mampu mendaratkan “utusan-utusan kerajaan Bali” yang membawa kestabilan dan kemajuan bagi Banyuwangi ke depan? Atau malah mendaratkan “serdadu-serdadu VOC” yang akan mendatangkan malapetaka?
Keberadaan Lapter Blimbingsari ini, mampukah mewujudkan ekspetasi awal masyarakat Banyuwangi sebagai jalur transportasi baru yang nantinya akan mendatangkan para investor yang akan meningkatkan perekonomian di Banyuwangi dan peningkatan kunjungan pariwisata ke kota gandrung ini?. Jika ekspetasi ini terwujud berarti keberadaan Lapter Blimbingsari bisa menjadi seperti pelabuhan Banyualit yang mendaratkan utusan-utusan kerajaan Bali. Namun, tentunya kemajuan-kemajuan yang akan didapat Banyuwangi ke depan tidak akan terlepas dari hal-hal negatif.
Sebagaiamana di maklumi bersama, kemajuan akan berkibat pada perubahan moralitas dan budaya. Jika efek perubahan moralitas dan budaya yang menuju kearah destruktif ini lebih dominan dari pada efek-efek positif kemajuan maka keberdaan Lapter Blimbingsari tak ubahnya pelabuhan Banyualit yang mendatangkan serdadu-serdadu VOC.
Harapan kita sebagai masyarakat Banyuwangi tentunya Lapter Blimbingsari ini bisa menjadi salah satu katalisator kemajuan masyarakat Banyuwangi dengan ke-mudharat-an seminimal mungkin. Amin!

4 komentar:

x-rep mengatakan...

Salam kenal masbro, saya jadi tertarik pergi ke banyuwangi setelah membaca artikel anda :-)

Balya Greeneration mengatakan...

X-rep salam kenal juga, terimaksih te;ah mengunjungi blog kami

Anonim mengatakan...

boleh gak share blog ini biar dibaca temen2 yang ingin kenal banyuwangi lebih intim lagi?
makasih sebelumnya...

Agus Jazz mengatakan...

boleh gak share blog ini biar dibaca temen2 yang ingin kenal banyuwangi lebih intim lagi?
makasih sebelumnya...