Reportase Sederhana di Rumah Baca
Rumah Baca kembali mengadakan
acara. Kali ini dalam bentuk workshop dengan tema Jurnalisme Warga (Citizen Journalism). Untuk maksud ini, Rumah Baca
mendatangkan wartawan harian Jurnal Nasional, Wahyu Utomo sebagai narasumber.
Acara berlangsung di Rumah Baca, yang adalah kediaman Hartono Rakiman di
Kampung Parung, Bojongkulur, Gunung Putri Bogor pada tanggal 18 Desember 2011.
Istilah jurnalisme
warga sudah beberapa kali aku dengar. Beberapa komunitas nampaknya sedang
mengembangkan tema yang sama. Tapi apa sebenarnya pengertian jurnalisme warga
itu? Apa bentuknya dan bagaimana
mengembangkannya? Pertanyaan di kepalaku itulah, yang mendorong aku untuk
berdiskusi dengan Komunitas Rumah Baca.
Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam, termasuk
hitungan tersesat, sampailah aku di Rumah Baca. Saat itu, ruang Rumah Baca
sedang penuh dengan anak–anak. Mereka adalah anak–anak dari Rumah Baca Kids.
Hartono dan Indriyani (istrinya), mengembangkan wadah belajar bagi anak–anak
sekitar rumah. Tampak sekitar tigapuluhan anak dari beragam usia, lagi menyimak
pelajaran yang disampaikan oleh Indriyani. Seorang laki–laki, yang kukenal
kemudian bernama Akbar, ikut mengambil bagian dalam proses belajar pagi itu.
Rumah Baca Kids berlangsung setiap hari minggu, dari pukul
tujuh sampai sembilan pagi. Menurut Indri, ada sekitar tujuhpuluhan anak yang
terdaftar. Namun yang hadir setiap minggu, rata–rata sekitar tigapuluhan anak.
“Dulu aku mengumpulkan anak–anak belajar di masjid. Namun kemudian pindah ke
rumah, agar membuka kesempatan lebih banyak anak lagi yang datang,” cerita
Hartono.
Workshop Jurnalisme Warga yang bakal aku ikuti, baru akan
dilaksanakan setelah anak–anak selesai belajar. Hartono nampaknya senang dengan
kehadiran peserta workshop, ketika proses belajar Rumah Baca Kids masih berlangsung. Aku termasuk diminta
Hartono untuk berkenalan dan berbagi informasi dengan anak–anak. Itulah
mengapa, Akbar yang merupakan peserta workshop ikut membagi cerita tentang
hobbi bersepedanya.
Mendadak mengajar nih, gumanku dalam hati. Hartono hanya
memberikan satu kata kunci yaitu “mimpi”. Anak–anak terlihat senang, bahkan
ketika aku bertanya soal mimpi mereka, ada yang menyebut ingin ke Belanda.
Mereka tidak malu–malu. Anak–anak ini komunikastif. Interaksi antara aku dan mereka tidak
mengalami hambatan. Bahkan kami bernyanyi lagu tentang impian secara bersama.
Di akhir acara belajar, Rumah Baca Kids menyediakan sarapan pagi sebelum mereka
kembali kerumah orangtuanya.
Lalu bagaimana dengan diskusi mengenai Jurnalisme Warga?
Workshop baru dimulai sekitar pukul sepuluh. Hadir kira–kira lima belas
peserta, yang berasal dari mahasiswa, pelajar, aktivis, pegawai swasta,
pengajar, penerbit, profesi lainnya. Sesi perkenalanpun dimulai, menurut
Hartono, ini pertemuan kali keempat dari topik besarnya “jurnalisme”. Hartono
kemudian memberikan kesempatan kepada Wahyu Utomo untuk memaparkan lebih dalam
tentang jurnalisme warga.
Sebelum masuk kedalam pengertian jurnalisme warga, Wahyu
Utomo menjelaskan mengenai reportase. Menurut Wahyu Utomo, reportase adalah
sebuah kegiatan pengumpulan data/fakta yang berasal dari suatu peristiwa.
Reportase tidak selalu berkaitan dengan media, kegunaannya juga untuk penulisan
karya ilmiah dan penelitian. Reportase mengandung unsur peristiwa yang
diperoleh dari hasil pengamatan dengan penggunaan teknik penulisan 5W +
1H. Ada tiga teknik reportase, yaitu
riset, observasi dan yang terakhir wawancara. Masing –masing teknik memiliki
tahapan. Di antaranya dengan mempersiapkan kerangka acuan dan daftar
pertanyaan.
Perbedaan antara jurnalisme warga dengan jurnalisme industri
terletak pada scope. Jurnalisme warga dibatasi tujuannya untuk suatu komunitas.
Sehingga ada perbedaan dari gaya bahasa dan pemberitaan. Newsletter internal,
majalah internal, website internal termasuk juga Kompasiana (media interaksi
yang digagas Kompas) adalah bentuk – bentuk jurnalisme warga. Kaitan reportase
dengan jurnalisme warga, adalah kegiatan jurnalisme warga mengandung juga unsur
reportase. Sehingga jurnalisme warga dapat menyajikan tulisan – tulisan yang
mengandung kebenaran.
Yang menarik, Wahyu Utomo mendorong kami untuk membuat
reportase. Tips yang ia berikan adalah mengamati orang di area publik. Lakukan
pengamatan selama tiga puluh menit. Fokus pada salah satu objek, kemudian
menuangkannya dalam bentuk tulisan. Berikan tulisan itu kepada teman, dan
mintai kritikannya. Ingat, jangan seperti menulis diary ya…Imbuh Wahyu lagi.
Setelah diskusi selesai, Hartono membagikan beberapa buku
dari penerbit Serambi kepada kami. Ia berharap akan ada diskusi lanjutan
melalui blog dan email mengenai tema yang baru saja kami bahas. Ia menutup
acara diskusi Jurnalisme warga dengan mempersilahkan kami menyantap barbeque di
halaman belakang rumahnya.
Inisiatif membangun diskusi di kalangan masyarakat secara
terus menerus akan menumbuhkan rasa kepedulian terhadap masalah sosial, ekonomi
maupun politik. Rumah Baca hanya menggunakan media sosial sebagai pintu masuk
untuk mempertemukan orang–orang dari beragam profesi. Secara pribadi, tapi
mungkin masih dangkal menilainya, Rumah Baca secara tidak sengaja mendorong
pluralisme warga. Wadah tersebut mampu mendiskusi tema yang beragam dan
mefasilitasi pendapat yang berbeda dari tulisan – tulisan yang dikirim kepada
Rumah Baca. Sekali lagi terima kasih Rumah Baca.
1 komentar:
lanjutkan !!
Posting Komentar