menu

Selasa, 17 Januari 2012

Yang hobi reportase


Reportase Sederhana di Rumah Baca

Rumah Baca kembali mengadakan acara. Kali ini dalam bentuk workshop dengan tema  Jurnalisme Warga (Citizen  Journalism). Untuk maksud ini, Rumah Baca mendatangkan wartawan harian Jurnal Nasional, Wahyu Utomo sebagai narasumber. Acara berlangsung di Rumah Baca, yang adalah kediaman Hartono Rakiman di Kampung Parung, Bojongkulur, Gunung Putri Bogor pada tanggal 18 Desember 2011.
Istilah  jurnalisme warga sudah beberapa kali aku dengar. Beberapa komunitas nampaknya sedang mengembangkan tema yang sama. Tapi apa sebenarnya pengertian jurnalisme warga itu?  Apa bentuknya dan bagaimana mengembangkannya? Pertanyaan di kepalaku itulah, yang mendorong aku untuk berdiskusi dengan Komunitas Rumah Baca.
Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam, termasuk hitungan tersesat, sampailah aku di Rumah Baca. Saat itu, ruang Rumah Baca sedang penuh dengan anak–anak. Mereka adalah anak–anak dari Rumah Baca Kids. Hartono dan Indriyani (istrinya), mengembangkan wadah belajar bagi anak–anak sekitar rumah. Tampak sekitar tigapuluhan anak dari beragam usia, lagi menyimak pelajaran yang disampaikan oleh Indriyani. Seorang laki–laki, yang kukenal kemudian bernama Akbar, ikut mengambil bagian dalam proses belajar pagi itu.
Rumah Baca Kids berlangsung setiap hari minggu, dari pukul tujuh sampai sembilan pagi. Menurut Indri, ada sekitar tujuhpuluhan anak yang terdaftar. Namun yang hadir setiap minggu, rata–rata sekitar tigapuluhan anak. “Dulu aku mengumpulkan anak–anak belajar di masjid. Namun kemudian pindah ke rumah, agar membuka kesempatan lebih banyak anak lagi yang datang,” cerita Hartono.
Workshop Jurnalisme Warga yang bakal aku ikuti, baru akan dilaksanakan setelah anak–anak selesai belajar. Hartono nampaknya senang dengan kehadiran peserta workshop, ketika proses belajar Rumah Baca Kids  masih berlangsung. Aku termasuk diminta Hartono untuk berkenalan dan berbagi informasi dengan anak–anak. Itulah mengapa, Akbar yang merupakan peserta workshop ikut membagi cerita tentang hobbi bersepedanya.
Mendadak mengajar nih, gumanku dalam hati. Hartono hanya memberikan satu kata kunci yaitu “mimpi”. Anak–anak terlihat senang, bahkan ketika aku bertanya soal mimpi mereka, ada yang menyebut ingin ke Belanda. Mereka tidak malu–malu. Anak–anak ini komunikastif.  Interaksi antara aku dan mereka tidak mengalami hambatan. Bahkan kami bernyanyi lagu tentang impian secara bersama. Di akhir acara belajar, Rumah Baca Kids menyediakan sarapan pagi sebelum mereka kembali kerumah orangtuanya.
Lalu bagaimana dengan diskusi mengenai Jurnalisme Warga? Workshop baru dimulai sekitar pukul sepuluh. Hadir kira–kira lima belas peserta, yang berasal dari mahasiswa, pelajar, aktivis, pegawai swasta, pengajar, penerbit, profesi lainnya. Sesi perkenalanpun dimulai, menurut Hartono, ini pertemuan kali keempat dari topik besarnya “jurnalisme”. Hartono kemudian memberikan kesempatan kepada Wahyu Utomo untuk memaparkan lebih dalam tentang jurnalisme warga.
Sebelum masuk kedalam pengertian jurnalisme warga, Wahyu Utomo menjelaskan mengenai reportase. Menurut Wahyu Utomo, reportase adalah sebuah kegiatan pengumpulan data/fakta yang berasal dari suatu peristiwa. Reportase tidak selalu berkaitan dengan media, kegunaannya juga untuk penulisan karya ilmiah dan penelitian. Reportase mengandung unsur peristiwa yang diperoleh dari hasil pengamatan dengan penggunaan teknik penulisan 5W + 1H.  Ada tiga teknik reportase, yaitu riset, observasi dan yang terakhir wawancara. Masing –masing teknik memiliki tahapan. Di antaranya dengan mempersiapkan kerangka acuan dan daftar pertanyaan.
Perbedaan antara jurnalisme warga dengan jurnalisme industri terletak pada scope. Jurnalisme warga dibatasi tujuannya untuk suatu komunitas. Sehingga ada perbedaan dari gaya bahasa dan pemberitaan. Newsletter internal, majalah internal, website internal termasuk juga Kompasiana (media interaksi yang digagas Kompas) adalah bentuk – bentuk jurnalisme warga. Kaitan reportase dengan jurnalisme warga, adalah kegiatan jurnalisme warga mengandung juga unsur reportase. Sehingga jurnalisme warga dapat menyajikan tulisan – tulisan yang mengandung kebenaran.
Yang menarik, Wahyu Utomo mendorong kami untuk membuat reportase. Tips yang ia berikan adalah mengamati orang di area publik. Lakukan pengamatan selama tiga puluh menit. Fokus pada salah satu objek, kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan. Berikan tulisan itu kepada teman, dan mintai kritikannya. Ingat, jangan seperti menulis diary ya…Imbuh Wahyu lagi.
Setelah diskusi selesai, Hartono membagikan beberapa buku dari penerbit Serambi kepada kami. Ia berharap akan ada diskusi lanjutan melalui blog dan email mengenai tema yang baru saja kami bahas. Ia menutup acara diskusi Jurnalisme warga dengan mempersilahkan kami menyantap barbeque di halaman belakang rumahnya.
Inisiatif membangun diskusi di kalangan masyarakat secara terus menerus akan menumbuhkan rasa kepedulian terhadap masalah sosial, ekonomi maupun politik. Rumah Baca hanya menggunakan media sosial sebagai pintu masuk untuk mempertemukan orang–orang dari beragam profesi. Secara pribadi, tapi mungkin masih dangkal menilainya, Rumah Baca secara tidak sengaja mendorong pluralisme warga. Wadah tersebut mampu mendiskusi tema yang beragam dan mefasilitasi pendapat yang berbeda dari tulisan – tulisan yang dikirim kepada Rumah Baca. Sekali lagi terima kasih Rumah Baca.


1 komentar:

eeeeew2 mengatakan...

lanjutkan !!