menu

Kamis, 21 Mei 2015

Karya Tulis Ulama Nusantara



Syekh Nawawi Al-Bantani: Ulama nusantara yang sangat produktif dalam dunia penulisan.



Ulama sebagai golongan terpelajar dengan kapasitas intelektualitas yang diakui tidak terlepas dari tradisi literasi, membaca dan menulis. Tradisi membaca kitab keagamaan seperti kitab fiqih, tafsir, hadist, tasawuf maupun akhlaqdan juga kitab – kitab populer seperti tarikh, hikayat, syair, dan lain sebagainya menjadi basis legitimasi terhadap status keulamaannya.


Efek dari menguatnya tradisi membaca, tentu adalah tumbuhnya tradisi menulis. Dalam tradisi pesantren yang merupakan basis terbesar kaderisasi ulama nusantara, ada beberapa tipologi penulisan. Mulai dari berbentuk terjemah, syarah (komentar/ penjelas), hasyiyah (catatan pinggir), mukhtashor (ringkasan),dari karya tulis terdahulu dan adapula berupa karya yang orisinil. Corak tulisannya pun beragam, mulai dalam bentuk kitab serius, hikayat, syair atau nadzom, serat dan babad. Tema yang ditulis tidak hanya berkutat pada ilmu keagamaan, tapi juga merambah keberbagai bidang keilmuwan seperti astronomi, pertanian, sejarah, dan beragam cabang ilmu lainnya. Dan bahasa yang digunakannya didominasi oleh bahasa Arab, Jawa dan Melayu.


Kapasitas intelektual para ulama yang tinggi menjadikan karya – karya ulama Nusantara tidak hanya diakui didalam negeri saja tapi juga diakui oleh kalangan terpelajar Islam diberbagai negara. Karya – karya tersebut didominasi oleh tema – tema keagamaan dengan pengantar berbahasa Arab. Salah satu karya ulama Nusantara yang telah melanglang buana adalah kitab  Aqidatul Awwam karya ulama Aceh, Syekh Ahmad Marzuqi (w. sekitar tahun 1864 M). Kitab yang membahas tentang tauhid dan ditulis dalam bentuk nadzom (puisi), menurut Petrus Voorhoeve dalam bukunya Hadlist of Arabic Manuscripts in the Library of the University of Lieden and the Other Collections in the Netherland (1980), menyebutkan kitab Aqidatul Awwam tersebut telah dicetak dalam bentuk litografi dibeberapa negara seperti di Bombay (1885), Konstatinopel, Turki (1889), dan Singapura (1896).


Intensitas hubungan ulama Nusantara dengan ulama Timur Tengah yang semakin intensif juga berpengaruh pada perkembangan karya tulis ulama nusantara. Pada periode Abad ke-18 banyak bermunculan komunitas ulama nusantara di Mekkah yang biasa dikenal dengan komunitas Jawi atau oleh orang Arab disebut dengan ashhabul jawiyyin. Dengan adanya komunitas tersebut, produktifitas karya tulis ulama nusantara makin pesat dan diakui dunia. Pada masa itu, muncul nama – nama ulama dengan karya – karyanya. Diantaranya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (1710 – 1812 M) yang menghasilkan Sabilal Muhtadin lit Tafaquh fi Amriddin yang mengkaji tentang ilmu fiqih dan menjadi rujukan umat Islam di Asia Tenggara (Mahsun Fuad:2005).


Adapula Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi (1860 – 1916) yang menghasilkan 49 karya tulis dengan publikasi tersebar di Syiria, Turki dan Mesir. Salah satu karyanya adalah  Hasyiyatun Nafahat ala Syarh al-Waraqat yang diselesaikan pada tahun 1306 H yang merupakan syarah (komentar) dari kitab al-Waraqat fil Ushulil Fiq karya ulama Mekkah, Imam Juwaini (419 – 478 H). selain itu, ada beberapa karya Syekh Khatib dalam bidang umum seperti  Raudhatul Hussab fi A'mali Ilmil Hisab (selesai ditulis 1307 H) yang membahas tentang ilmu matematika dan al-jabar.


Komunitas Jawi  di Mekkah semakin menancapkan reputasinya sebagai ulama dengan produksi karya tulis kaliber dunia. Ulama nusantara yang produktif menulis dan karya – karyanya bestseller serta masih dicetak di luar negeri maupun di Indonesia dan senantiasa dikaji sampai saat ini adalah kitab – kitab karya Syekh Nawawi al-Bantani (1813 – 1897 M). Karya – karyanya mencapai ratusan dalam beragam tema. Hal ini setidaknya berdasarkan kajian yang dilakukan oleh ulama Mesir, Syaikh 'Umar 'Abdul Jabbâr dalam kitabnya al-Durûs min Mâdhi al-Ta’lîm wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Harâm. Karya – karyanya yang ternama dan masih menjadi rujukan utama di dunia pesantren adalah al-Tausyîh / Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb, Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn, Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ dalam bidang fiqih. Karya – karyanya dalam bidang tauhid dan tasawuf meliputi Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah, Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd, Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm. Sedangkan dalam bidang tafsir dan hadist karya fenomenalnya adalah al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd dan Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts. Selain itu juga terdapat puluhan kitab lainnya dalam beragam tema.


Pada perkembangan selanjutnya juga banyak karya tulis ulama Nusantara yang mendunia selain dari komunitas Jawi  diatas. Salah satunya adalah KH. Ihsan Jampes (1901 – 1952 M), yang menulis kitab Sirajuth Tholibin yang merupakan syarah dari kitab Minhajul Abidin karya Imam Ghazali. Kitab ini pertama kali diterbitkan oleh penerbit Musthafa al-Babul Halab Mesir pada tahun 1936. Kemudian kitab ini menyebar ke penjuru dunia dan tetap menjadi bahan kajian dalam bidang tasawuf dibeberapa perguruan tinggi Islam di Afrika dan Amerika.


Adapula KH Maksum bin Ali (w. 1933 M) yang mengarang kitab Amtsilatut Tasrifiyah, sebuah kitab yang berisi sistematika perubahan kata dalam bahasa Arab (ilmu shorof) dalam bentuk tabel. Karena begitu praktisnya, kitab ini tetap menjadi rujukan awal untuk pemula yang belajar bahasa Arab, baik di Indonesia maupun para pelajar di luar negeri.


Yang terbaru adalah karya almarhum KH. Sahal Mahfud (1937 – 2014). Ulama yang berasal dari Kajen Pati ini menelurkan beberapa karya. Salah satu karya fenomenalnya yang diakui dunia adalah Thariqat al-Hushul ila Ghayat al-Ushul yang merupakan syarah  dari kitab Ghayatul Wushul karya Syekh Zakariya al-Anshori pada abad ke-9. Kitab ini ditulis pada tahun 1960-an ketika beliau masih berusia duapuluh tahunan.


Masih banyak lagi karya – karya ulama nusantara yang berkwalitas dunia. Hal ini menggambarkan betapa hebatnya kapasitas intelektual ulama nusantara. Meskipun nusantara bukan termasuk pengguna bahasa Arab dalam percakapan sehari – hari, namun banyak ilmuwannya yang menelurkan karya.

Lantas, bagaimana dengan kita?



Ayung Notonegoro
Pegiat Rumah Baca Mawar


Tidak ada komentar: