Syekh Nawawi Al-Bantani: Ulama nusantara yang sangat produktif dalam dunia penulisan. |
Ulama sebagai golongan terpelajar dengan kapasitas
intelektualitas yang diakui tidak terlepas dari tradisi literasi, membaca dan
menulis. Tradisi membaca kitab keagamaan seperti kitab fiqih, tafsir, hadist,
tasawuf maupun akhlaqdan juga kitab – kitab populer seperti tarikh, hikayat,
syair, dan lain sebagainya menjadi basis legitimasi terhadap status
keulamaannya.
Efek dari menguatnya tradisi membaca, tentu
adalah tumbuhnya tradisi menulis. Dalam tradisi pesantren yang merupakan basis
terbesar kaderisasi ulama nusantara, ada beberapa tipologi penulisan. Mulai
dari berbentuk terjemah, syarah (komentar/ penjelas), hasyiyah
(catatan pinggir), mukhtashor (ringkasan),dari karya tulis terdahulu dan
adapula berupa karya yang orisinil. Corak tulisannya pun beragam, mulai dalam
bentuk kitab serius, hikayat, syair atau nadzom, serat dan babad. Tema yang
ditulis tidak hanya berkutat pada ilmu keagamaan, tapi juga merambah keberbagai
bidang keilmuwan seperti astronomi, pertanian, sejarah, dan beragam cabang ilmu
lainnya. Dan bahasa yang digunakannya didominasi oleh bahasa Arab, Jawa dan
Melayu.
Kapasitas intelektual para ulama yang tinggi
menjadikan karya – karya ulama Nusantara tidak hanya diakui didalam negeri saja
tapi juga diakui oleh kalangan terpelajar Islam diberbagai negara. Karya –
karya tersebut didominasi oleh tema – tema keagamaan dengan pengantar berbahasa
Arab. Salah satu karya ulama Nusantara yang telah melanglang buana adalah kitab
Aqidatul Awwam karya ulama Aceh, Syekh Ahmad Marzuqi (w. sekitar
tahun 1864 M). Kitab yang membahas tentang tauhid dan ditulis dalam bentuk nadzom
(puisi), menurut Petrus Voorhoeve dalam bukunya Hadlist of Arabic
Manuscripts in the Library of the University of Lieden and the Other
Collections in the Netherland (1980), menyebutkan kitab Aqidatul Awwam
tersebut telah dicetak dalam bentuk litografi dibeberapa negara seperti di
Bombay (1885), Konstatinopel, Turki (1889), dan Singapura (1896).
Intensitas hubungan ulama Nusantara dengan ulama
Timur Tengah yang semakin intensif juga berpengaruh pada perkembangan karya
tulis ulama nusantara. Pada periode Abad ke-18 banyak bermunculan komunitas
ulama nusantara di Mekkah yang biasa dikenal dengan komunitas Jawi atau
oleh orang Arab disebut dengan ashhabul jawiyyin. Dengan adanya
komunitas tersebut, produktifitas karya tulis ulama nusantara makin pesat dan
diakui dunia. Pada masa itu, muncul nama – nama ulama dengan karya – karyanya.
Diantaranya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (1710 – 1812 M) yang menghasilkan Sabilal
Muhtadin lit Tafaquh fi Amriddin yang mengkaji tentang ilmu fiqih dan
menjadi rujukan umat Islam di Asia Tenggara (Mahsun Fuad:2005).
Adapula Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi (1860 –
1916) yang menghasilkan 49 karya tulis dengan publikasi tersebar di Syiria,
Turki dan Mesir. Salah satu karyanya adalah Hasyiyatun Nafahat ala
Syarh al-Waraqat yang diselesaikan pada tahun 1306 H yang merupakan syarah
(komentar) dari kitab al-Waraqat fil Ushulil Fiq karya ulama Mekkah,
Imam Juwaini (419 – 478 H). selain itu, ada beberapa karya Syekh Khatib dalam
bidang umum seperti Raudhatul Hussab fi A'mali Ilmil Hisab
(selesai ditulis 1307 H) yang membahas tentang ilmu matematika dan al-jabar.
Komunitas Jawi di Mekkah semakin
menancapkan reputasinya sebagai ulama dengan produksi karya tulis kaliber
dunia. Ulama nusantara yang produktif menulis dan karya – karyanya bestseller
serta masih dicetak di luar negeri maupun di Indonesia dan senantiasa dikaji
sampai saat ini adalah kitab – kitab karya Syekh Nawawi al-Bantani (1813 – 1897
M). Karya – karyanya mencapai ratusan dalam beragam tema. Hal ini setidaknya
berdasarkan kajian yang dilakukan oleh ulama Mesir, Syaikh 'Umar 'Abdul Jabbâr
dalam kitabnya al-Durûs min Mâdhi al-Ta’lîm wa Hadlirih bi al-Masjidil
al-Harâm. Karya – karyanya yang ternama dan masih menjadi rujukan utama di dunia
pesantren adalah al-Tausyîh / Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb
al-Mujîb, Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn, Kâsyifah
al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ dalam bidang fiqih. Karya – karyanya dalam
bidang tauhid dan tasawuf meliputi Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah
al-Ĥidâyah, Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum
al-Mi’âd, Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm.
Sedangkan dalam bidang tafsir dan hadist karya fenomenalnya adalah al-Tafsir
al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil
musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd dan Tanqîh al-Qaul
al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts. Selain itu juga terdapat puluhan kitab
lainnya dalam beragam tema.
Pada perkembangan selanjutnya juga banyak karya
tulis ulama Nusantara yang mendunia selain dari komunitas Jawi diatas.
Salah satunya adalah KH. Ihsan Jampes (1901 – 1952 M), yang menulis kitab Sirajuth
Tholibin yang merupakan syarah dari kitab Minhajul Abidin
karya Imam Ghazali. Kitab ini pertama kali diterbitkan oleh penerbit Musthafa
al-Babul Halab Mesir pada tahun 1936. Kemudian kitab ini menyebar ke
penjuru dunia dan tetap menjadi bahan kajian dalam bidang tasawuf dibeberapa
perguruan tinggi Islam di Afrika dan Amerika.
Adapula KH Maksum bin Ali (w. 1933 M) yang
mengarang kitab Amtsilatut Tasrifiyah, sebuah kitab yang berisi
sistematika perubahan kata dalam bahasa Arab (ilmu shorof) dalam bentuk tabel.
Karena begitu praktisnya, kitab ini tetap menjadi rujukan awal untuk pemula
yang belajar bahasa Arab, baik di Indonesia maupun para pelajar di luar negeri.
Yang terbaru adalah karya almarhum KH. Sahal
Mahfud (1937 – 2014). Ulama yang berasal dari Kajen Pati ini menelurkan
beberapa karya. Salah satu karya fenomenalnya yang diakui dunia adalah Thariqat
al-Hushul ila Ghayat al-Ushul yang merupakan syarah dari kitab
Ghayatul Wushul karya Syekh Zakariya al-Anshori pada abad ke-9. Kitab
ini ditulis pada tahun 1960-an ketika beliau masih berusia duapuluh tahunan.
Masih banyak lagi karya – karya ulama nusantara
yang berkwalitas dunia. Hal ini menggambarkan betapa hebatnya kapasitas
intelektual ulama nusantara. Meskipun nusantara bukan termasuk pengguna bahasa
Arab dalam percakapan sehari – hari, namun banyak ilmuwannya yang menelurkan
karya.
Lantas, bagaimana dengan kita?
Ayung Notonegoro
Pegiat Rumah Baca Mawar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar