menu

Minggu, 28 Juni 2015

PETUALANGAN KITAB TA'LIMUL MUTA'ALLIM

Kitab Ta'limul Muta'allim

Siapa yang tak mengenal dengan kitab Ta’limul Muta’alim ? Ya, hampir semua orang yang pernah berkecimpung di dunia pendidikan pesantren mengenal dengan kitab ini. Kitab yang berisi tentang tata cara dan etika menjadi seorang penuntut ilmu ini seakan menjadi kitab wajib yang harus diajarkan kepada para santri. Terutama para santri baru.

Kitab yang ditulis oleh Syekh al-Zarnuji ini ditulis sekitar abad ke-VI Hijriyah. Tak ada catatan pasti tentang kapan awal kali ditulisnya kitab tersebut. Hal ini sama misteriusnya dengan biografi penulisnya sendiri. Al-Zarnuji sendiri bukanlah nama yang spesifik mengacu terhadap satu orang. Al-Zarnuji adalah nama yang disandangkan berdasarkan daerah asal si penulis, yaitu daerah Zarnuj. Daerah ini menurut al-Quraisy dalam al-Jawahirul Mudliah diduga berada di daerah Iraq. Sedangkan menurut Yusuf al-Hamawi dalam Mu’jamul Buldan diduga berada di daerah Turkistan yang kini masuk wilayah Afganistan.

Tak ada identitas lain yang bisa dilacak dari Syekh al-Zarnuji. Hanya ada beberapa nama gurunya yang tertulis dalam kitab Ta’limul Muta’alim  tersebut yang bisa dilacak. Seperti Burhanuddin Ali bin Abu Bakar al-Marghinani (w. 593 H / 1197 M), Ruknul Islam Muhammad bin Abu Bakar yang terkenal dengan nama Imam Zadeh (w. 573 H / 1177 M), Syekh Hammad bin Ibrahim (w. 576 H / 1180 M), Syekh Fakhruddin al Kasyani (w. 587 H / 1191 M), Syekh Fakhruddin Qadli Khan al Ouzjandi (w. 592 H / 1196 M), dan Rukhuddin al Farghani (w. 594 H / 1198 M). Kesemuanya adalah ulama fiqih bermadzab Hanafiyah. Dapat diduga Syekh al-Zarnuji ini pun adalah seorang ahli fiqih dari madzab Hanafiyah pula.

Perjalanan kitab yang berjudul lengkap Ta’limul Muta’alim Thariqatut Ta’allum  tersebut pun tak ada catatan yang menjelaskan. Baru pada tahun 996 H, Syekh Ibrahim bin Ismail menuliskan syarah (penjelas) untuk kitab tersebut. Dalam syarah yang berjudul sama tersebut, Syekh Ibrahim bin Ismail menjelaskan bahwa kitab tersebut adalah kitab populer dilingkungan pendidikan kala itu. Terutama pada Kerajaan Ottoman dibawah pemerintahan Sultan Murad III (Murad Khan bin Salim Khan). Sultan Murad III sendiri memimpin pada rentang waktu 908 – 1003 H / 1574 – 1595 M.

Dalam catatan Yusuf Alyan Sarkis pada Mu`jam al-matbu`at al-`arabiyah wa-al-mu`arrabah menjelaskan perjalanan panjang kitab Ta’limul Muta’alim tersebut. Naskah kitab tersebut diketahui pertama kali dicetak di Jerman pada tahun 1709 oleh seorang orentalis bernama Ralandus. Kemudian pada tahun 1838 M dicetak ulang oleh orentalis Jerman, Kaspari di kota Liepzig, Jerman. Dalam edisi ini mendapatkan catatan tambahan oleh M. Plessner. Diketahui pula pada tahun 1265 H dicetak  di Marsadabad. Lalu, dicetak di Qazan pada tahun 1898 M dengan format 32 halaman. Lantas pada tahun 1901 M dicetak dengan masih 32 halaman namun dengan sedikit penambahan dihalaman belakang.

Kitab ini juga ditemukan dicetak di Tunisia pada tahun 1286 H dengan format 40 halaman. Lalu, di Tunisia Astana pada tahun 1292 H berubah menjadi 46 halaman dan tahun 1307 H diringkas menjadi 24 halaman saja. Sedangkan di Mesir baru diketahui dicetak pada tahun 1300 H dengan format 40 halaman, lalu pada tahun 1307 H membengkak menjadi 52 halaman dan bertahan sampai cetakan pada tahun 1311 H. Perbedaan jumlah halaman tidak dipengaruhi isi kitab yang berubah, hanya disebabkan oleh penggunaan huruf dan tata letak saja.

Haji Khalifah dalam Kasyfud Dhunun juga mencatat kitab tersebut pernah dialihbahasakan dalam beberapa bahasa. Diantaranya dalam bahasa Turki oleh Abdul Majid bin Nushuh bin Israel dengan judul Thalibin fi Ta’limil Muta’allimin.

Petualangan di Indonesia

Lantas, bagaimana naskah kitab Ta’limul Muta’alim bisa sampai ke Indonesia? Ada beberapa asumsi yang disampaikan. Pertama, diduga kitab ini masuk ke nusantara bersama dengan masuknya Islam awal yang dibawa oleh Wali Songo. Menurut Agus Sunyoto dalam Atlas Walisongo menilai aturan tata krama dalam Ta’limul Muta’alim menyerupai aturan Guru Bakti. Yaitu sistem pendidikan yang menjadi cikal bakal pesantren.

Sedangkan ada pula yang menduga masuknya kitab tersebut bersama dengan meningkatnya intensitas pendidikan ke Timur Tengah. Yaitu berkisar pada abad ke-XVIII akhir dan ke-XIX. Adapun jika dilihat dari kemadzaban, diduga kitab ini masuk lebih akhir. Syekh az-Zarnuji  yang bermadzab hanafiyah masuk akhir-akhir ini, karena pada dasarnya Islam di Nusantara menganut madzab syafi’iyah.

Terlepas dari awal masuknya kitab tersebut ke Nusantara, namun penyebarannya begitu masif. Selain banyak dikaji di pesantren – pesantren salaf hingga saat ini, juga banyak karya yang dilahirkan oleh ulama Indonesia. Ada sebuah naskah yang dikeluarkan oleh Penebit Al Miftah, Surabaya yang berupa naskah berharakat (musyakalah). Lalu ada pula karya KH. Hammam Nasiruddin dari Grabag, Magelang yang menerbitkan naskah kitab ini dalam format bahasa Jawa dengan makna jenggot. Yaitu sistem pemaknaan yang dituliskan artinya dibawah kalimat yang diartikan dengan huruf Arab Pegon dengan model italic.

Makna Gandul: Arab Pegon yang tertulis italic ke bawah

Terjamah terbitan Menara Kudus


Adapula terjemah kitab Ta’limul Muta’allim karya Drs. Aly As’ad, MM dengan judul Terjemah Ta’limul Muta’allim Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan. Buku yang diterbitkan oleh Menara Kudus. Buku yang pertama kali dicetak pada tahun 1976 tersebut telah mengalamai cetak ulang berulang kali. Pada tahun 2007 saja telah mencapai cetak ulang ke-27.


Dan begitulah sekelumit petualangan kitab Ta’limul Muta’allim di dunia pendidikan Islam. Kitab tersebut terus bergulir menebar manfaat hingga batas yang jauh ke depan. Selama pendidikan pesantren masih eksis, maka selama itu kitab Ta’limul Muta’allim akan terus dipergunakan.

Ayung Notonegoro
Penggiat Literasi

Tidak ada komentar: