Pernikahan: John Nash dan Alicia |
Buku memang tak ubahnya dunia lain. Ketika bisa masuk dan tenggalam dalam lautan aksara, seseorang bisa saja mengabaikan dunia nyatanya. Dia akan kesulitan untuk bersosialisasi dan ujung-ujungnya akan mengantarkannya pada kejombloan akut. Memang tidak semua begitu, tapi setidaknya ini berlaku pada kisah si kutu buku, John Forbes Nash Jr.
John Nash lahir tertanggal 13
Juni 1928 di Bluefield, West Virginia Amerika Serikat. Ia lahir dari pasangan
John Nash Sr, seorang electrical engineer
dan Margaret Virginia Martin, seorang guru Bahasa Inggris dan Latin.
Terlahir ditengah keluarga terpelajar, John Nash junior mendapatkan bimbingan
yang menekankan pada ilmu pengetahuan.
Sejak kecil John Nash dijejali
oleh bapaknya dengan buku-buku teknik. Dengan sendirinya pun Nash tenggelam
dalam aksara dan angka. Keranjingan membaca membentuk John Nash junior menjadi
pribadi yang tak pandai bersosialisasi. Tak heran jika banyak teman sejawatnya
yang menganggap John Nash sebagai pribadi yang aneh dan sombong.
Cibiran dari teman-temannya tak
mempengaruhi kebiasaan John Nash membaca. Berawal dari kebiasaannya membaca
itulah, John Nash membentuk “masa depannya” yang terinspirasi buku Eric Temple
Bell berjudul Men of Mathematic. Buku
yang membahas tentang matematika ini, memberikan motivasi kepada John Nash
untuk menggeluti matematika yang kelak akan mengantarkannya menjadi seorang profesor
dan meraih penghargaan Nobel.
Beasiswa dari Westinghouse yang dimenangkannya
mengantarkan John Nash untuk mengenyam kuliah di Institut Teknologi Carnegie.
Disinilah John Nash meraih gelar sarjana dan gelar masternya pada tahun 1948.
Kecerdasannya yang luar biasa terus ditempa oleh John Nash di Universitas
Princeton. Di kampus ini, puncak kegemilangan pemikiran John Nash memancar.
Tatkala teman-teman sekelasnya
telah menentukan judul tesisnya, John Nash masih belum menentukannya. Sungguh
aneh, John Nash yang terkenal dengan begitu cerdasnya belum menemukan judul
tesis yang akan diajukan untuk meraih gelar Ph.D. John Nash berhari-hari
mendekam di perpustakaan, bergelut dengan buku-buku. Dia ingin menuliskan
sebuah tesis yang benar-benar original. Tanpa terpengaruh oleh hasil penelitian
ilmuwan matematika lainnya. Albert W. Tucker, profesor pembimbingnya bahkan
sampai menyarankan untuk mencari judul yang lebih mudah dikerjakan.
Kegigihan John Nash tidak
sia-sia. Setelah banyak waktu dihabiskannya menelusuri referensi dan riset,
John Nash berhasil menemukan suatu pemikiran yang orisinil (Original thinking) ketika menikmati
segelas teh bersama teman sekamarnya. John Nash menemukan suatu teori permainan
yang dikenal dengan Equilibrium Nash.
Tak begitu tebal hasil penelitiannya tersebut. Penelitian yang diberi judul Equilibrium Points in N-person Games itu
mengantarkannya mendapatkan gelar Ph.D diusianya yang baru menginjak 22 tahun.
Setelah lulus, John Nash memilih
untuk mengabdikan diri di kampusnya, Massachusetth Institute of Technology
(MIT) Universitas Princeton. Dia menjadi staf pengajar dan melakukan beberapa
penelitian yang fenomenal. Pada 1953 John Nash menulis tentang ekonometrika
yang konon lebih hebat dari metafora infisible
hand-nya Adam Smith.
Namun dibalik kegemilangan
intelektualitas John Nash dia tak lebih hanya seorang kutu buku yang hidup
dilembaran aksaranya. Kesulitannya bersosialisasi membuatnya pun sulit untuk
mendapatkan seorang kekasih. Pernah pada suatu saat John Nash hanya berdansa
dengan setumpuk kursi karena begitu sulitnya meraih pasangan. Perawakannya
sebagai anak veteran perang dunia pertama, John Nash dianugerahi badan yang
tegap dan wajah yang rupawan. Namun, ketampanan dan kecerdasannya tertutup
dengan sikap dinginnya terhadap lawan jenis. John Nash pun tetap menjomblo
dikarir intelektualitasnya yang gemilang.
Sang Putri
Udara Amerika sedang panas,
begitu pula di Universitas Princeton. John Nash dengan setumpuk buku dan wajah
yang kaku masuk ke dalam kelas. Seperti biasanya, pintu dan jendela kelas
semuanya ia tutup untuk mengurangi kebisingan. Udara yang panas dan jendela
yang tertutup membuat suasana kelas semakin pengap. Para mahasiswa taka da yang
berani menegur, kecuali satu orang mahasiswi.
Seorang mahasiswi dengan paras
ayu dan penampilan yang begitu elegan, tiba-tiba maju kedepan. Membuka jendela
yang sebelumnya ditutup oleh John Nash. Tatapan wanita jelita itu lekat ke
pelupuk mata sang profesor. Kejengkelan John Nash pun sirna dengan kelembutan
tutur kata gadis itu. Ya, dialah Alicia, sang putri.
Alicia bernama lengkapAlicia
Lopez-Harrison de Lardé. Dia adalah perempuan jelita keturunan bangsawan El
Salvador. Gadis kelahiran tahun 1933 itu adalah salah satu dari 16 perempuan angkatan
pertama di M.I.T tahun 1955. Mahasiswi fakultas fisika nuklir ini lah yang
kelak akan menjadi sang putri bagi si kutu buku ini.
Pada suatu saat, Alicia mengumpulkan
tugas tatkala John Nash sedang berada di perpustakaan. Tak hanya mengumpulkan
tugas, Alicia juga mengajak makan malam John Nash. Itulah awal mula John Nash
berkencan dengan seorang perempuan. John Nash dan Alicia pun merajut hubungan
asmara. Dan pada tahun 1957 keduanya melansungkan pernikahan.
Pernikahan seorang profesor
jenius nan tampan dengan seorang putri bangsawan jelita nan cerdas, John Nash
dan Alicia menjadi pernikahan yang luar biasa. Semua orang pun akan
mendambakannya. Namun ternyata tidak selalu berjalan mulus. Pada tahun 1959
kala Alicia mengandung, John Nash dideteksi mengidap penyakit Schizophrenia.
Penyakit yang menyerang kesadaran seseorang ini, mengantarkan John Nash
mendekam di rumah sakit jiwa. Akhirnya, Alicia memutuskan untuk bercerai dengan
John Nash pada tahun 1963.
Meski bercerai Alicia tetaplah
sang putri bagi si kutu buku. Alicia terus merawat dan menemani John Nash yang
hidup dalam halusinasi itu. Dengan mengorbankan tenaga, karir dan hartanya
Alicia mendampingi John Nash. Keikhlasan dan ketulusan Alicia pun membuahkan
hasil. Berangsur-angsur kesadaran John Nash pulih.
Seiring sembuhnya John Nash,
mereka pun kembali rujuk, tepatnya pada tahun 1990. John Nash pun kembali
menemukan kejeniusannya. Kiprah intelektualnya kembali dibangun. Dan pada tahun
1994, ia bersama Reinhard Selten dan
John Harsanyi mendapatkan penghargaan Nobel dalam bidang ekonomi. Dan pada
tahun 2015, John Nash bersama Louis Nirenberg meraih penghargaan Abel atas
penelitiannya mengenai persamaan diferensial parsial nonlinier.
****
Si kutu buku jenius itu kembali
merengkuh kebahagiaan bersama sang putrinya. Kebersamaan mereka pun abadi
sepanjang masa tatkala sebuah taksi yang mengangkut keduanya terlibat
kecelakaan lalu lintas di New Jersey, AS. Sabtu, 23 Mei 2015 mereka
meninggalkan dunia yang menjadi saksi kebersamaan abadi itu.
Nb: Penggalan kisah hidup
keduanya dibukukan dan difilmkan dengan judul yang sama, A Beatiful Mind.
Ayung Notonegoro
Penggiat Literasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar