menu

Rabu, 27 Mei 2015

Si Kutu Buku dan Sang Putri


Pernikahan: John Nash dan Alicia

Buku memang tak ubahnya dunia lain. Ketika bisa masuk dan tenggalam dalam lautan aksara, seseorang bisa saja mengabaikan dunia nyatanya. Dia akan kesulitan untuk bersosialisasi dan ujung-ujungnya akan mengantarkannya pada kejombloan akut. Memang tidak semua begitu, tapi setidaknya ini berlaku pada kisah si kutu buku, John Forbes Nash Jr.

John Nash lahir tertanggal 13 Juni 1928 di Bluefield, West Virginia Amerika Serikat. Ia lahir dari pasangan John Nash Sr, seorang electrical engineer dan Margaret Virginia Martin, seorang guru Bahasa Inggris dan Latin. Terlahir ditengah keluarga terpelajar, John Nash junior mendapatkan bimbingan yang menekankan pada ilmu pengetahuan.

Sejak kecil John Nash dijejali oleh bapaknya dengan buku-buku teknik. Dengan sendirinya pun Nash tenggelam dalam aksara dan angka. Keranjingan membaca membentuk John Nash junior menjadi pribadi yang tak pandai bersosialisasi. Tak heran jika banyak teman sejawatnya yang menganggap John Nash sebagai pribadi yang aneh dan sombong.

Cibiran dari teman-temannya tak mempengaruhi kebiasaan John Nash membaca. Berawal dari kebiasaannya membaca itulah, John Nash membentuk “masa depannya” yang terinspirasi buku Eric Temple Bell berjudul Men of Mathematic. Buku yang membahas tentang matematika ini, memberikan motivasi kepada John Nash untuk menggeluti matematika yang kelak akan mengantarkannya menjadi seorang profesor dan meraih penghargaan Nobel.

Beasiswa dari Westinghouse yang dimenangkannya mengantarkan John Nash untuk mengenyam kuliah di Institut Teknologi Carnegie. Disinilah John Nash meraih gelar sarjana dan gelar masternya pada tahun 1948. Kecerdasannya yang luar biasa terus ditempa oleh John Nash di Universitas Princeton. Di kampus ini, puncak kegemilangan pemikiran John Nash memancar.

Tatkala teman-teman sekelasnya telah menentukan judul tesisnya, John Nash masih belum menentukannya. Sungguh aneh, John Nash yang terkenal dengan begitu cerdasnya belum menemukan judul tesis yang akan diajukan untuk meraih gelar Ph.D. John Nash berhari-hari mendekam di perpustakaan, bergelut dengan buku-buku. Dia ingin menuliskan sebuah tesis yang benar-benar original. Tanpa terpengaruh oleh hasil penelitian ilmuwan matematika lainnya. Albert W. Tucker, profesor pembimbingnya bahkan sampai menyarankan untuk mencari judul yang lebih mudah dikerjakan.

Kegigihan John Nash tidak sia-sia. Setelah banyak waktu dihabiskannya menelusuri referensi dan riset, John Nash berhasil menemukan suatu pemikiran yang orisinil (Original thinking) ketika menikmati segelas teh bersama teman sekamarnya. John Nash menemukan suatu teori permainan yang dikenal dengan Equilibrium Nash. Tak begitu tebal hasil penelitiannya tersebut. Penelitian yang diberi judul Equilibrium Points in N-person Games itu mengantarkannya mendapatkan gelar Ph.D diusianya yang baru menginjak 22 tahun.
Setelah lulus, John Nash memilih untuk mengabdikan diri di kampusnya, Massachusetth Institute of Technology (MIT) Universitas Princeton. Dia menjadi staf pengajar dan melakukan beberapa penelitian yang fenomenal. Pada 1953 John Nash menulis tentang ekonometrika yang konon lebih hebat dari metafora infisible hand-nya Adam Smith.

Namun dibalik kegemilangan intelektualitas John Nash dia tak lebih hanya seorang kutu buku yang hidup dilembaran aksaranya. Kesulitannya bersosialisasi membuatnya pun sulit untuk mendapatkan seorang kekasih. Pernah pada suatu saat John Nash hanya berdansa dengan setumpuk kursi karena begitu sulitnya meraih pasangan. Perawakannya sebagai anak veteran perang dunia pertama, John Nash dianugerahi badan yang tegap dan wajah yang rupawan. Namun, ketampanan dan kecerdasannya tertutup dengan sikap dinginnya terhadap lawan jenis. John Nash pun tetap menjomblo dikarir intelektualitasnya yang gemilang.

Sang Putri

Udara Amerika sedang panas, begitu pula di Universitas Princeton. John Nash dengan setumpuk buku dan wajah yang kaku masuk ke dalam kelas. Seperti biasanya, pintu dan jendela kelas semuanya ia tutup untuk mengurangi kebisingan. Udara yang panas dan jendela yang tertutup membuat suasana kelas semakin pengap. Para mahasiswa taka da yang berani menegur, kecuali satu orang mahasiswi.

Seorang mahasiswi dengan paras ayu dan penampilan yang begitu elegan, tiba-tiba maju kedepan. Membuka jendela yang sebelumnya ditutup oleh John Nash. Tatapan wanita jelita itu lekat ke pelupuk mata sang profesor. Kejengkelan John Nash pun sirna dengan kelembutan tutur kata gadis itu. Ya, dialah Alicia, sang putri.

Alicia bernama lengkapAlicia Lopez-Harrison de Lardé. Dia adalah perempuan jelita keturunan bangsawan El Salvador. Gadis kelahiran tahun 1933 itu adalah salah satu dari 16 perempuan angkatan pertama di M.I.T tahun 1955. Mahasiswi fakultas fisika nuklir ini lah yang kelak akan menjadi sang putri bagi si kutu buku ini.
Pada suatu saat, Alicia mengumpulkan tugas tatkala John Nash sedang berada di perpustakaan. Tak hanya mengumpulkan tugas, Alicia juga mengajak makan malam John Nash. Itulah awal mula John Nash berkencan dengan seorang perempuan. John Nash dan Alicia pun merajut hubungan asmara. Dan pada tahun 1957 keduanya melansungkan pernikahan.

Pernikahan seorang profesor jenius nan tampan dengan seorang putri bangsawan jelita nan cerdas, John Nash dan Alicia menjadi pernikahan yang luar biasa. Semua orang pun akan mendambakannya. Namun ternyata tidak selalu berjalan mulus. Pada tahun 1959 kala Alicia mengandung, John Nash dideteksi mengidap penyakit Schizophrenia. Penyakit yang menyerang kesadaran seseorang ini, mengantarkan John Nash mendekam di rumah sakit jiwa. Akhirnya, Alicia memutuskan untuk bercerai dengan John Nash pada tahun 1963.

Meski bercerai Alicia tetaplah sang putri bagi si kutu buku. Alicia terus merawat dan menemani John Nash yang hidup dalam halusinasi itu. Dengan mengorbankan tenaga, karir dan hartanya Alicia mendampingi John Nash. Keikhlasan dan ketulusan Alicia pun membuahkan hasil. Berangsur-angsur kesadaran John Nash pulih. 

Seiring sembuhnya John Nash, mereka pun kembali rujuk, tepatnya pada tahun 1990. John Nash pun kembali menemukan kejeniusannya. Kiprah intelektualnya kembali dibangun. Dan pada tahun 1994, ia bersama  Reinhard Selten dan John Harsanyi mendapatkan penghargaan Nobel dalam bidang ekonomi. Dan pada tahun 2015, John Nash bersama Louis Nirenberg meraih penghargaan Abel atas penelitiannya mengenai persamaan diferensial parsial nonlinier.

****

Si kutu buku jenius itu kembali merengkuh kebahagiaan bersama sang putrinya. Kebersamaan mereka pun abadi sepanjang masa tatkala sebuah taksi yang mengangkut keduanya terlibat kecelakaan lalu lintas di New Jersey, AS. Sabtu, 23 Mei 2015 mereka meninggalkan dunia yang menjadi saksi kebersamaan abadi itu.


Nb: Penggalan kisah hidup keduanya dibukukan dan difilmkan dengan judul yang sama, A Beatiful Mind.


Ayung Notonegoro
Penggiat Literasi

Tidak ada komentar: