Sebelum dunia dan seisinya tercipta, pada zaman azali, Tuhan menciptakan akal dan nafsu. Al-kisah, setelah menciptakan akal dan nafsu, sebelum keduanya dimasukkan ke mahluk yang bernama manusia, Tuhan melakukan fit and proper test kepada keduanya.
Tuhan bertanya kepada Akal: “Wahai akal, siapa Aku? Dan siapa kamu?”
“Engkau adalah Tuhanku, dan aku adalah hamba-Mu, Tuhan.” Jawab Akal.
“Masuklah engkau Akal ke manusia.” Perintah Tuhan.
Maka bersemayamlah Akal pada manusia.
Kemudian Tuhan bertanya pula kepada Nafsu.
“Hai Nafsu, siapa Aku dan siapa kamu?”
“Engkau adalah Engkau, Aku adalah Aku.” Jawab Nafsu dengan sombongnya.
“ Malaikat, hukum dia di tempat yang sangat panas selama seribu tahun.” Tuhan memvonis Nafsu.
Setelah seribu tahun Tuhan memanggil kembali Nafsu dari hukumannya. Kemudian Tuhan menanyai nafsu kembali dengan pertanyaan seperti yang dulu.
“Siapa Aku dan siapa kamu?” Tanya Tuhan.
“Engkau adalah Engkau dan Aku adalah Aku.” Jawab Nafsu dengan kesombongannya seperti yang dulu tanpa ada rasa bersalah dan jera sedikitpun setelah dihukum.
“Malaikat, hukum dia seribu tahun lagi di tempat yang paling dingin.” Tuhan kembali membelenggu Nafsu.
Setelah seribu tahun, Tuhan kembali menanyai Nafsu.
“Siapa Aku, Siapa Kamu?”
“Engkau adalah Engkau. Aku adalah Aku.” Jawab Nafsu, tak berubah.
“Malaikat, penjara dia tanpa diberi makan selama seribu tahun.” Perintah Tuhan kepada Malaikat.
Akhirnya Nafsu dijebloskan ke dalam penjara tanpa diberi makan.
Belum sampai setahun, baru beberapa hari Nafsu meronta-ronta.
“Ampun Tuhan, Aku adalah hamba-Mu dan Engkau adalah Tuhanku. Bebaskan aku.”
“Ampun Tuhan….”
“Ampuuuun…..”
“Bebaskan aku….”
Nafsu meronta-ronta minta ampunan Tuhan karena tidak kuat menanggung hukuman.
Akhirnya Tuhan membebaskan Nafsu dan memasukkannya ke manusia karena telah mengakui ketuhanan-Nya.
***
Kisah di atas menggambarkan bagaimana cara mengendalikan nafsu. Nafsu tak akan mempan – tak terkendali – dalam keliarannya, hanya dengan “mengoven” atau “mengkulkasnya”.
BUKTINYA?
Berapa banyak manusia yang mengumbar dan menuruti nafsunya dengan sang pacar, memadu kasih, tak peduli teriknya matahari yang kemeletak atau betapa dinginnya siraman air hujan di malam hari dengan angin yang kencang. “Makin dingin, makin mantap.” Ujarnya.
Nafsu tak akan berubah dihantam panas dan dingin. Panas ora kobong, udan ora kepus.
Coba ketika kita akan melakukan kebaikan, yang notabanenya tidak menuruti nafsu, kemudian dilanda hujan, (kebanyakan) pasti bubar. Begitu pula ketika terik panas, berhamburan nyari tempat teduh.
Lalu bagaimana kita bisa mengendalikan nafsu kita?
Sebagaimana hukuman yang mampu menyadarkan nafsu pada kisah di atas,yaitu dengan dipenjara tanpa diberi makan, alias puasa.
Oleh karena pada momentumbulan Ramadan kali ini, kita harus sukses mengendalikan hawa nafsu kita dengan mengurangi makan kita. Jangan hanya menahan tidak makan di siang hari, tapi malamnya membalas-dendam, menelan dan menegag apapun yang bisa dimakan dan diminum . Bagaimana bisa terkendali nafsunya, jika makannya tetap buanyak meski puasa? Wallahu a’lam bishowab.
selamat menunaikan ibadah puasa 1433 H.
2 komentar:
Tulisan dibuat karena ybs entang-enteng mesin laminating dan mesin print..
Sehingga ybs merasakan apa yg disebut dengan kerelaan..
pak catur ojo rame rame
Posting Komentar