Penyesalan
yang tertunda
Suasana
tenang dan tegang ketika ujian akhir semester dimulai, lembar-lembar soal
tergeletak diatas meja yang menjadi satu dengen kursinya, sementara dosen
pengawas duduk manis di meja depan sembari menjaga pandangan pada setiap mahasiswa seoalah tak mau
terlwatkan dari setiap gerak-gerik mahasiswanya.
Waktu menunjukkan pukul 10.00
menandakan waktu yang telah diberikan untuk mengerjakan soal-soal fisika I itu
telah berjalan sekitar setengah jam-an dari 100 menit yang diberikan, dengan
waktu 30 menit yang telah berlalu tak adapun satu coretan jawaban yang ada pada
lembar jawaban, melainkan hanya ada identitas dan no ujian yang wajib di isi
pada kolom pojok atas.
Entah
apa yang ada dalam otak ido kala itu, seakan angka dan abjad yang tertera pada
soal-soal tak pernahh ia lihat waktu kuliah, padahal untuk mengikuti ujian itu
setiap peserta harus melunasi semua adminsitrasi kampus dan itu semua
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Ido sangat bingung, kepalanya sangat berat
terasa sseperti membawa beban yang sangat berat dan berjalan digurun pasir yang
panas.
Waktu
yang tersisa untuk mengerjakan soal tak terasa tersisa tinggal 20 menit lagi,
tetapi lembar jawaban itu tak jauh beda dengan kondisi awalnya, yang bersih
memang ido sangat kecil keinginan untuk bisa dan memahami dengan pelajaran
iksak yang kali ini harus di selesaikan di depan matanya, meskipun sudah
berusaha menggali dan mengingat-inagt lagi setiap keterangan yang telah
diberikan dosen beberapa hari yang lalu sebelum hari tenang.
Bagaimana
tidak, setiap waktu setiap jam di buangnya sia-sia tak pernah ingat akan
tanggung jawabnya sebagai mahasiswa yang harus bisa menjadi panutan dan
ppenerus keluuarga dan masyarakat bahkan bangsa Indonesia sekalipun.
Ido
pun tak mungkin lagi bisa mengerjakan soal-soal itu, yang ada dalam fikirannya
hanyalah masalah-masalah yang menimpa dirinya sendiri sehingga tak ada satu
soalpun yang dikerjakan hanya beberapa rumus yang tak jelas .
Penyesalan
dan harapan baru yang ada dalam fikirannya hanyalah menyesal, menyesal dengan
apa yang ia lakukan. Dia sontak berfikir dan ingat pada kedua orang tuanya,
yang hanya berprofesi sebagi buruh tani yang mempunyai keinginan mulia, mungkin
beliau hanya ingin nasib anaknya tak sesulit dengan apa yang beliau kerjakan
sekarang, tak banyak harapan yang di tuntut oleh orang tuanya.
Tiba-tiba
seorang dosen pengawas menegur seorang mahasiswa yang sedang menyontek
pekerjaan teman disampingnya, membuat ido terbangun dari lamunannnya, tetapi
tak terbesit sedikitpun di fikirannya untuk meniru tingkah temannya itu selain
malu Ido juga berfikir tak pantas menyandang status mahasiswa yang sudah bukan
anak SMU lagi, notabennya seorang calon sarjana teknik industri masak harus
mengcopy pekerjaan temannya.
Suara
bel pun teredengar dari sudut ruangan B-12 untuk jurusan industri yang
menandakan waktu ujian yang telah diberikan sudah habis, habis pula waktu untuk
mengerjakan soal-soal itu, akan tetapi tak ada hasil yang didapat tak lain
hanya lamunan, impian, dan penyesalan yang tertunda, yang seharusnya penyesalan
itu terjadi pada jauh-jauh hari sebelum terjjadi perang fikiran. Waktu Ujian
yang seharusnya untuk menyelesaikan soal-soal fisika I yang digunakan sebagai
barometer apa yang telah dipelajari selama satu semester.
Mungkin
besok akan terulang lagi karena ada mata kuliah kalkulus, ma’af bapak, maafkan
juga para dosen, tapi ido tetap bertekat karena masih ada 6 semster lagi yang
sudah menyambut langkahnya untuk mencapi tujuan dan cita-cita sebagai generasi
muslim yang berIPTEK dan IMTAQ, doakan…
Amin
Nyamplungan 19 januari
2009